Agama Khonghucu
Agama Khonghucu adalah istilah yang muncul sebagai akibat dari keadaan politik di Indonesia. Agama Khonghucu lazim dikaburkan makna dan hakikatnya dengan Konfusianisme sebagai filsafat.
Sejarah
Konfusianisme sebagai agama dan filsafat
Konfusianisme muncul dalam bentuk agama di beberapa negara seperti Korea, Jepang, Taiwan, Hong Kong dan RRT. Dalam bahasa Tionghoa, agama Khonghucu seringkali disebut sebagai Kongjiao (孔教) atau Rujiao (儒教). Namun, secara hakikat sebenarnya isi agama Khonghucu berbeda dengan Kongjiao atau Rujiao di negara-negara tersebut. Agama Khonghucu di Indonesia merujuk kepada pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa yang sebenarnya bukan merupakan suatu agama. Namun karena sebenarnya pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa tidak dapat digolongkan ke salah satu agama yang diakui di Indonesia, maka muncullah agama Khonghucu sebagai penaung pemeluk kepercayaan tadi.
Agama Khonghucu di zaman Orde Baru
Di zaman Orde Baru, pemerintahan Soeharto melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaaan dan tradisi Tionghoa di Indonesia. Ini menyebabkan banyak pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk salah satu dari 5 agama yang diakui. Untuk menghindari permasalahan politis (dituduh sebagai atheis dan komunis), pemeluk kepercayaan tadi kemudian diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk agama Kristen atau Buddha. Klenteng yang merupakan tempat ibadah kepercayaan tradisional Tionghoa juga terpaksa merubah nama dan menaungkan diri menjadi vihara yang merupakan tempat ibadah agama Buddha.
Agama Khonghucu di zaman Orde Reformasi
Seusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa mulai mencari kembali pengakuan atas identitas mereka. Untuk memenuhi syarat sebagai agama yang diakui menurut hukum Indonesia, maka beberapa lokalisasi dilancarkan menimbulkan perbedaan pengertian agama Khonghucu di Indonesia dengan Konfusianisme di luar negeri.
Ajaran Konfusius
Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao (儒教) yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang beliau sabdakan: "Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa Khonghucu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia. Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar dan utuh tentang Ru Jiao atau Agama Khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam agama Khonghucu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan oleh para penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".
Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551 SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Beliau meninggal dunia pada tahun 479 SM.
Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar bagaimana manusia bertingkah laku.
Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disermbah, yang dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral.
Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya Mensius ke seluruh Tiongkok dengan beberapa perubahan. Kong Hu Cu disembah sebagai seorang dewa dan falsafahnya menjadi agama baru, meskipun dia sebenarnya adalah manusia biasa. Pengagungan yang luar biasa akan Kong Hu Cu telah mengubah falsafahnya menjadi sebuah agama dengan diadakannya perayaan-perayaan tertentu untuk mengenang Kong Hu Cu.
Kitab suci
Kitab sucinya ada 2 kelompok, yakni:
A. 5 Kitab Suci Wu Jing (Kitab Suci yang
1. Kitab Sanjak Suci Shi Jing
2. Kitab Dokumen Sejarah Shu Jing
3. Kitab Wahyu Perubahan Yi Jing
4. Kitab Suci Kesusilaan Li Jing
5. Kitab Chun-qiu Chunqiu JingSi Shu
6. (Kitab Yang Empat) yang terdiri atas:
7. Kitab Ajaran Besar - Da Xue
8. Kitab Tengah Sempurna - Zhong Yong
9. Kitab Sabda Suci - Lun Yu
10. Kitab Mengzi - Meng Zi
SELINTAS MENGENAL AGAMA KONGHUCU
· AGAMA KONGHUCU, JI KAUW, RU JIAO
Agama Konghucu dikenal pula sebagai Ji Kauw (dialek Hokian) atau Ru Jiao (Hua Yu), yang berarti agama yang mengajarkan kelembutan atau agama bagi kaum terpelajar. Agama ini sudah dikenal sejak 5.000 tahun lalu, lebih awal 2.500 tahun dibanding usia Kongzi sendiri.
· KONGZI, KHONGCU, CONFUCIUS
Kongzi (Hua Yu) atau Khongcu (dialek Hokian) atau Confucius (Latin) adalah nama nabi terakhir dalam agama Konghucu. Ia lahir tanggal 27, bulan 8, tahun 0001 Imlek atau 551 sM. Kongzi adalah nabi terbesar dalam agama Konghucu dan oleh sebab itu banyak orang yang kemudian menamai Ru Jiao sebagai Confucianism, yang kemudian di
Sebagai bukti akan kebesaran Kongzi atau Nabi Khongcu, tahun pertama dari penanggalan Imlek dihitung sejak tahun kelahirannya. Padahal penanggalan Imlek diciptakan pada jaman Huang Di, 2698-2598 sM dan telah digunakan sejak Dinasti Xia, 2205-1766 sM. Penetapan tahun pertama ini dilakukan Kaisar Han Wu Di dari Dinasti Han pada tahun 104 sM.
· BEBERAPA NABI LAIN DALAM AGAMA KONGHUCU
Nabi pertama yang tercatat dalam sejarah Ru Jiao adalah Fu Xi, hidup pada 30 abad sM, yang mendapat wahyu dan menuliskan Kitab Yi Jing atau Kitab Perubahan. Fu Xi beristrikan Nabi Nu Wa, yang menciptakan Hukum Perkawinan. Sejak saat itu anak bukan lagi dianggap anak ibu saja, melainkan juga anak ayah. Selain Nu Wa, di dalam Ru Jiao dikenal nabi perempuan lain, yaitu Lei Zu, Jiang Yuan dan Tai Ren. Nabi lain yang masih dikenal antara lain Huang Di, Yao, Sun, Xia Yu, Wen, Zhou Gong atau Jidan dan terakhir Kongzi. Kitab Yi Jing yang kita kenal sekarang tidak ditulis oleh Fu Xi belaka, namun ditulis dan disempurnakan oleh 5 (
· KITAB SUCI AGAMA KONGHUCU
Kitab suci agama Konghucu sampai pada bentuknya yang sekarang mengalami perkembangan yang sangat panjang. Kitab suci yang tertua berasal dari
Kitab suci yang berasal dari Nabi Purba sebelum Kongzi, ditambah Chunqiujing (Kitab atau Catatan Jaman Cun Ciu/ Musim Semi dan Musim Rontok) yang ditulis sendiri oleh Kongzi, sesuai dengan wahyu Tian, kemudian dihimpun Kongzi dalam sebuah Kitab yang disebut Wujing. Beberapa saat sebelum wafat, Nabi Kongzi mempersembahkan Wujing dalam persembahyangan kepada Tian.
Wu Jing terdiri atas : (i) Shijing (Kitab Sanjak), yang berisi nyanyian religi, puji-pujian akan keagungan Tian dan nyanyian untuk upacara di istana, (ii) Shujing (Kitab Dokumentasi Sejarah Suci), yang berisi sejarah suci Agama Konghucu, (iii) Yijing, berisi tentang penjadian alam semesta, sehingga mereka yang menghayati Kitab ini akan mampu menyibak takbir kuasa Tian dengan segala aspeknya, (iv) Lijing (Kitab Kesusilaan), yang berisi aturan dan pokok-pokok kesusilaan dan peribadahan, serta (v) Chunqiujing.
Pokok-pokok ajaran dan sabda-sabda Nabi Kongzi sendiri, kemudian dihimpun oleh murid-muridnya dalam sebuah Kitab Suci yang disebut Si Shu (Kitab Suci Yang Empat), yang terdiri atas : (i) Daxue (Ajaran Agung/Besar) yang berisi bimbingan dan ajaran pembinaan diri, keluarga, masyarakat, negara dan dunia. Daxue ditulis oleh Zengzi atau Zengshen, murid Kongzi dari angkatan muda, (ii) Zhongyong ( Tengah Sempurna) yang berisi ajaran keimanan Agama Konghucu. Zhongyong ditulis oleh Zisi atau Kongji, cucu Kongzi, (iii) Lunyu (Sabda Suci) yang berisi percakapan Kongzi dengan murid-muridnya. Kitab ini dibukukan oleh beberapa murid utama Kongzi, yang waktu itu berjumlah 3.000 murid, dimana 72 orang diantaranya tergolong murid utama, dan (iv) Kitab Mengzi yang ditulis Mengzi.
· KONSEP KETUHANAN DALAM AGAMA KONGHUCU
Ru Jiao atau agama Konghucu adalah agama monoteis, percaya hanya pada satu Tuhan, yang biasa disebut sebagai Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau Shangdi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep Konghucu tidak dapat diperkirakan dan ditetapkan, namun tiada satu wujud pun yang tanpa Dia. Dilihat tiada nampak, didengar tidak terdengar, namun dapat dirasakan oleh orang beriman.
Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan) ; Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur (Heng) ; Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen).
· WATAK SEJATI ATAU SIFAT KODRATI UMAT MANUSIA, MENURUT AGAMA KONGHUCU
Sifat kodrati atau watak sejati manusia (Xing) menurut Agama Konghucu adalah bersih dan baik, karena berasal dari Tian sendiri. Agar sifat baik ini bisa terpelihara, maka manusia perlu berupaya hidup di dalam Jalan yang diridhoi Tuhan (Jalan Suci, Dao). Bimbingan agar manusia dapat hidup dalam Jalan Suci disebut agama. Dengan demikian menjadi jelas bahwa agama diciptakan oleh Tuhan dan disampaikan oleh para nabi untuk kepentingan umat manusia.
Menyadari bahwa agama-agama diturunkan Tuhan lewat para nabi untuk kepentingan umat manusia, maka umat Konghucu wajib hidup penuh susila, tepasalira, penuh toleransi dan penghormatan kepada umat agama lain, atas dasar keyakinan bahwa agama-agama atau Jalan-Jalan Suci itu semuanya berasal dariNya.
· AJARAN POKOK AGAMA KONGHUCU
Seperti halnya ajaran pokok agama lain, dalam agama Konghucu dikenal hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Khalik dan hubungan horizontal antara sesama manusia. Dalam kosa kata Agama Konghucu disebut sebagai Zhong Shu, Satya kepada (Firman) Tuhan, dan Tepasalira (tenggang rasa) kepada sesama manusia. Prinsip Tepasalira ini kemudian ditegaskan dalam beberapa sabdanya yang terkenal, “Apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan diberikan kepada orang lain” dan “Bila diri sendiri ingin tegak (maju), berusahalah agar orang lain tegak (maju)”. Kedua sabda ini dikenal sebagai “Golden Rule” (Hukum Emas) yang bersifat Yin dan Yang.
Dalam berbagai kesempatan Kongzi menekankan pentingnya manusia mempunyai “Tiga Pusaka Kehidupan”, “Tiga Mutiara Kebajikan” atau “Tiga Kebajikan Utama”, yaitu : Zhi, Ren dan Yong. Ditegaskan bahwa, “Yang Zhi tidak dilamun bimbang, yang Ren tidak merasakan susah payah, dan yang Yong tidak dirundung ketakutan”.
Zhi berarti wisdom dan sekaligus enlightenment (Bijaksana dan Tercerahkan/Pencerahan). Bijaksana dapat diartikan pandai, selalu menggunakan akal budinya, arif, tajam pikiran, mampu mengatasi persoalan dan mampu mengenal orang lain. Pencerahan atau yang Tercerahkan, berarti mampu mengenal dan memahami diri sendiri, termasuk di dalamnya mampu mengenal yang hakiki. Untuk mencapai Zhi, manusia harus belajar keras, dengan menggunakan kemampuan dan upaya diri sendiri. Agama, para Nabi dan atau Guru Agung hanya bisa membantu, namun untuk mencapainya adalah dari upaya diri sendiri. Orang yang ingin memperoleh Zhi, berarti ia harus belajar keras untuk meraih Kebijaksanaan dan sekaligus Pencerahan (batin).
Ren berarti Cinta Kasih universal, tidak terbatas pada orang tua dan keluarga sedarah belaka, namun juga kepada sahabat, lingkungan terdekat, masyarakat, bangsa, negara, agama dan umat manusia. Ren bebas dari stigma masa lalu dan tidak membeda-bedakan manusia dari latar belakang atau ikatan primordialnya. Ren tidak mengenal segala bentuk diskriminasi atau pertimbangan atas dasar kelompok. Meski berasal dari satu kelompok, bila seseorang bersalah atau melanggar Kebajikan, maka bisa saja kita berpihak kepada orang yang berasal dari kelompok berbeda namun benar-benar berada dalam Kebajikan. Ren dalam pengertian agama Konghucu selalu didasari pada sikap ketulusan, berbakti, memberi, bukan meminta atau menuntut balasan dalam bentuk apapun. Namun perlu diingat bahwa Ren tidak berarti mencinta tanpa dasar pertimbangan baik dan buruk. Dalam salah satu sabdanya Kongzi mengatakan bahwa “Orang yang berperi-Cintakasih bisa mencintai dan membenci”. Mencintai Kebaikan dan membenci Keburukan. Balaslah Kebaikan dengan Kebaikan; Balaslah Kejahatan dengan Kelurusan”. Di sini berarti siapa pun yang bersalah, harus diluruskan, dihukum secara adil dan diberi pendidikan secara optimal agar dapat kembali ke jalan yang benar. Setelah berada di jalan yang benar, kita tidak boleh terkena stigma, menilai atas dasar masa lalu seseorang.
Yong sering diartikan Berani atau Keberanian. Namun yang dimaksud dengan Yong, bukanlah keberanian dalam “k” kecil. Berani melawan harimau dengan tangan kosong, berani menyeberangi bengawan tanpa alat bantu, bukanlah Keberanian yang dimaksud Kongzi. Yang dimaksud dengan Keberanian di sini adalah Berani karena Benar, Berani atas dasar Aturan atau Kesusilaan, Berani atas dasar rasa Tahu Malu. Suatu ketika Kongzi berkata, “Bila memeriksa ke dalam diri aku telah berada dalam Kebenaran, mengapa aku harus merasa takut?. Namun bila aku bersalah, kepada anak kecil pun aku tidak Berani”.
Yong juga diartikan sebagai Keberanian untuk melakukan koreksi dan instrospeksi diri. Bila bersalah, kita harus Berani mengakui kesalahan tersebut dan sekaligus Berani untuk mengkoreksinya. Nabi Kongzi berkata, “Sungguh beruntung aku. Setiap berbuat kesalahan, selalu ada yang mengingatkannya”. Ditambahkan, “Sesungguh-sungguhnya kesalahan adalah bila menjumpai diri sendiri bersalah, namun tidak berusaha untuk mengkoreksi atau memperbaikinya”. Maka seorang yang berjiwa besar adalah orang yang berani belajar dari kesalahan.
Oleh Mengzi, Yong kemudian dijabarkan sebagai Yi (Kebenaran) dan Li (Kesusilaan, Tahu Aturan, Ketertiban atau Hukum). Bila seseorang mampu menjalani Ren, Yi, Li dan Zhi dengan baik, maka ia diharapkan mampu menjadi seorang Junzi (Kuncu), atau orang yang beriman (dan tentu saja berbudi pekerti luhur). Dalam Islam disebut “Insan Kamil”. Dengan demikian diharapkan ia akan menjadi manusia yang terpercaya atau Dapat Dipercaya (Xin). Pokok ajaran Ren, Yi, Li, Zhi dan Xin atau, inilah yang biasa disebut sebagai “Lima Kebajikan” atau Wu Chang.
· PENYEBARAN AGAMA KONGHUCU
Agama Konghucu dipeluk berbagai bangsa di : Asia , Amerika dan Eropa. Negara yang penduduknya banyak menganut agama atau setidaknya memahami ajaran atau filosofi Konghucu (Ru Jiao) : Hongkong , Indonesia , Jepang , Korea , Malaysia , Mongolia , Singapura , Taiwan , Tiongkok dan Vietnam . Di beberapa negara, hari kelahiran Kongzi bahkan diperingati setiap tahun dengan berbagai acara ritual dan prosesi keagamaan, seminar dan ditetapkan sebagai Hari Libur.
Agama Konghucu adalah salah satu dari 12 agama besar dunia yang diakui “Perserikatan Bangsa-Bangsa” (PBB). Menurut survai PBB tahun 1956, yang dimuat dalam Reporter” Nomor 22, “Religion and Its Followers Throughout the World”, pemeluk agama Konghucu berjumlah 300.290.500 jiwa. Dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS/ 1965 jo. Undang-Undang Nomor 5/1969, dijelaskan bahwa “agama-agama yang banyak dianut penduduk
Di Indonesia sendiri, kedatangan agama Konghucu diperkirakan telah terjadi sejak akhir jaman pra sejarah, terbukti dari ditemukannya benda pra sejarah seperti kapak sepatu yang terdapat di Indo
Mengingat masuknya Islam ke Indonesia banyak dibawa saudagar atau orang Tionghoa, sedangkan agama asli orang Tionghoa adalah Ru Jiao (Konghucu) dan Da Jiao (Tao), maka dapat dipastikan bahwa masuknya Islam, Konghucu dan Tao berbarengan, sekitar abad XIII.
· TEMPAT IBADAH & ROHANIWAN AGAMA KONGHUCU
Tempat ibadah Konghucu adalah Litang, Miao (Bio), Kongzi Miao, Khongcu Bio dan Kelenteng. Litang, selain merupakan tempat sembahyang, juga merupakan tempat kebaktian berkala (biasanya setiap hari Minggu atau tanggal 1 dan 15 penanggalan Imlek). Di sini umat mendapat siraman rohani (khotbah) dari para rohaniwan. Miao dan Kelenteng biasanya hanya merupakan tempat sembahyang. Kalau pun ada kebaktian, biasanya ditempatkan di ruangan yang terpisah agar tak terganggu aktivitas sembahyang. Di samping menjadi tempat ibadah agama Konghucu, Kelenteng biasanya juga menjadi tempat ibadah agama Tao dan agama Buddha Mahayana.
Rohaniwan agama Konghucu terdiri atas : Xueshi, Wenshi, Jiaosheng, Zhanglao dan Ketua-Ketua / Pimpinan-Pimpinan Majelis dan atau Tempat Ibadah. Sebelum menjadi Xueshi (biasa disingkat Xs), harus melalui jenjang Wenshi (Ws). Sebelum menjadi Wenshi, harus melalui jenjang Jiaosheng (Js). Tokoh yang sudah mencapai tingkatan sesepuh atau sangat senior di sebut Zhanglao (Zl).
Setiap rohaniwan, sesepuh dan para pimpinan tempat ibadah yang memegang mandat dan Surat Pengangkatan dari Dewan Pengurus Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) dan atau menerima Surat Liyuan Rohaniwan (persidian, peneguhan iman) dari Dewan Rohaniwan MATAKIN, memiliki kewenangan :
- Menyelenggarakan kebaktian bagi umat Konghucu di daerahnya.
- Melakukan Liyuan umat.
- Memimpin berbagai upacara suci bagi umat Konghucu, sesuai Hukum Agama Konghucu, termasuk Hukum Perkawinan Agama Konghucu, yang diatur dalam Tata Agama Konghucu.
@ Dirangkum oleh IRSYA BAHARUDDIN “MAHASISWA STAI AULIAURRASYIDIN TEMBILAHAN INHIL dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar