Selasa, 02 Desember 2008

TASAWUF

PENGERTIAN TASAWUF
Yaitu bersungguh-sungguh (dalam berbuat baik) dan meninggalkan sifat-sifat tercela (Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 7).
Aslinya Tasawuf (yaitu jalan tasawuf) adalah tekun beribadah, berhubungan langsung kepada ALLAH, menjauhi diri dari kemewahan dan hiasan duniawi, Zuhud (tidak suka) pada kelezatan, harta dan pangkat yang diburu banyak orang, dan menyendiri dari makhluk di dalam kholwat untuk beribadah (Lihat kitab Zhuhrul Islam IV-Halaman 151)
Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan. Filsafat yang menjadi dasar pendekatan diri itu adalah, pertama, Tuhan bersifat rohani, maka bagian yang dapat mendekatkan diri dengan Tuhan adalah roh, bukan jasadnya. Kedua, Tuhan adalah Maha Suci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk mendekatiNya adalah roh yang suci. Tasawuf adalah ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui penyucian rohnya.
ASAL KATA SUFI
Tidak mengherankan kalau kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci. Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan kata:
1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama salat dan puasa.
2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat di mesjid. Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayat-ayat al-Qur'an dan berdzikir sebelum waktu salat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.
3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat kaum sufi.
4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti hikmat, dan kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata sophos telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin dan bukan dengan shad seperti yang terdapat dalam kata tasawuf.
5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari dunia.
Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai asal kata sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang yang pertama memakai kata sufi kelihatannya Abu Hasyim al-Kufi di Irak (w.150 H).
ASAL-USUL TASAWUF
Karena tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.
Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri untuk beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia. Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari dunia ramai, walaupun untuk sementara, berhati baik, pemurah dan suka menolong.
Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalam filsafatnya, roh manusia adalah suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia materi dan masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Roh yang pada mulanya suci itu menjadi tidak suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk itu ia harus menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada fllsafat serta ilmu pengetahuan dan melakukan beberapa pantangan. Filsafat sufi juga demikian. Roh yang masuk ke dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam rohani yang suci, tapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsu yang terdapat dalam tubuh manusia. Maka untuk dapat bertemu dengan Tuhan Yang Maha Suci, roh yang telah kotor itu dibersihkan dulu melalui ibadat yang banyak.
Masih dari filsafat Yunani, pengaruh itu dikaitkan dengan filsafat emanasi Plotinus. Roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh yang masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha membersihkan diri melalui reinkarnasi. Kalau sudah bersih, ia dapat mendekatkan diri dengan Tuhan sampai ke tingkat bersatu dengan Dia di bumi ini.
Paham penyucian diri melalui reinkarnasi tak terdapat dalam ajaran tasawuf. Paham itu memang bertentangan dengan ajaran al-Qur'an bahwa roh, sesudah tubuh mati tidak akan kembali ke hidup serupa di bumi. Sesudah bercerai dengan tubuh, roh pergi ke alam barzah menunggu datangnya hari perhitungan. Tapi, konsep Plotinus tentang bersatunya roh dengan Tuhan di dunia ini, memang terdapat dalam tasawuf Islam.
Dari agama Buddha, pengaruhnya dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat dicapai dengan meninggalkan dunia, memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaran menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam. Sedangkan pengaruh dari agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya Atman dengan Brahman melalui kontemplasi dan menjauhi dunia materi. Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh manusia dengan roh Tuhan.
Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Buddha, filsafat Yunani dan agama Kristen datang lama sebelum Islam. Bahwa yang kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang terdahulu adalah suatu kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini memerlukan bukti-bukti historis. Dalam kaitan ini timbul pertanyaan: sekiranya ajaran-ajaran tersebut diatas tidak ada, tidakkah mungkin tasawuf timbul dari dalam diri Islam sendiri?
Hakekat tasawuf kita adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur'an dan Hadits. Ayat 186 dari surat al-Baqarah mengatakan, "Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil."
Kaum sufi mengartikan do'a disini bukan berdo'a, tetapi berseru, agar Tuhan mengabulkan seruannya untuk melihat Tuhan dan berada dekat kepada-Nya. Dengan kata lain, ia berseru agar Tuhan membuka hijab dan menampakkan diri-Nya kepada yang berseru. Tentang dekatnya Tuhan, digambarkan oleh ayat berikut, "Timur dan Barat kepunyaan Tuhan, maka kemana saja kamu berpaling di situ ada wajah Tuhan" (QS. al-Baqarah 115). Ayat ini mengandung arti bahwa dimana saja Tuhan dapat dijumpai. Tuhan dekat dan sufi tak perlu pergi jauh, untuk menjumpainya.
Ayat berikut menggambarkan lebih lanjut betapa dekatnya Tuhan dengan manusia, "Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada di lehernya (QS. Qaf 16). Ayat ini menggambarkan Tuhan berada bukan diluar diri manusia, tetapi di dalam diri manusia sendiri. Karena itu hadis mengatakan, "Siapa yang mengetahui dirinya mengetahui Tuhannya."
Untuk mencari Tuhan, sufi tak perlu pergi jauh; cukup ia masuk kedalam dirinya dan Tuhan yang dicarinya akan ia jumpai dalam dirinya sendiri. Dalam konteks inilah ayat berikut dipahami kaum sufi, "Bukanlah kamu yang membunuh mereka, tapi Allah-lah yang membunuh dan bukanlah engkau yang melontarkan ketika engkau lontarkan (pasir) tapi Allah-lah yang melontarkannya (QS. al-Anfal 17).
Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan. Bahwa Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada makhluk lain sebagaimana dijelaskan hadis berikut, "Pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku-pun dikenal."
Disini terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan bukan manusia saja yang bersatu dengan Tuhan. Kalau ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, persatuan manusia dengan Tuhan, hadits terakhir ini mengandung konsep wahdat al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.
Demikianlah ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits Nabi menggambarkan betapa dekatnya Tuhan kepada manusia dan juga kepada makhluk-Nya yang lain. Gambaran serupa ini tidak memerlukan pengaruh dari luar agar seorang muslim dapat merasakan kedekatan Tuhan itu. Dengan khusuk dan banyak beribadat ia akan merasakan kedekatan Tuhan, lalu melihat Tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya mengalami persatuan rohnya dengan roh Tuhan; dan inilah hakikat tasawuf.
JALAN PENDEKATAN DIRI KEPADA TUHAN
Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat melihat Tuhan dengan mata hati dan akhirnya bersatu dengan Tuhan demikian panjang dan penuh duri. Bertahun-tahun orang harus menempuh jalan yang sulit itu. Karena itu hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai puncak tujuan tasawuf. Jalan itu disebut tariqah (bahasa Arab), dan dari sinilah berasal kata tarekat dalam bahasa Indonesia. Jalan itu, yang intinya adalah penyucian diri, dibagi kaum sufi ke dalam stasion-stasion yang dalam bahasa Arab disebut maqamat -tempat seorang calon sufi menunggu sambil berusaha keras untuk membersihkan diri agar dapat melanjutkan perjalanan ke stasion berikutnya. Sebagaimana telah di sebut diatas penyucian diri diusahakan melalui ibadat, terutama puasa, shalat, membaca al-Qur'an dan dzikir. Maka, seorang calon sufi banyak melaksanakan ibadat. Tujuan semua ibadat dalam Islam ialah mendekatkan diri itu, terjadilah penyucian diri calon sufi secara berangsur.
Jelas kiranya bahwa usaha penyucian diri, langkah pertama yang harus dilakukan seseorang adalah tobat dari dosa-dosanya. Karena itu, stasion pertama dalam tasawuf adalah tobat. Pada mulanya seorang calon sufi harus tobat dari dosa-dosa besar yang dilakukannya Kalau ia telah berhasil dalam hal ini, ia akan tobat dari dosa-dosa kecil, kemudian dari perbuatan makruh dan selanjutnya dari perbuatan syubhat. Tobat yang dimaksud adalah taubah nasuha, yaitu tobat yang membuat orangnya menyesal atas dosa-dosanya yang lampau dan betul-betul tidak berbuat dosa lagi walau sekecil apapun. Jelaslah bahwa usaha ini memakan waktu panjang. Untuk memantapkan tobatnya ia pindah ke stasion kedua, yaitu zuhud. Di stasion ini ia menjauhkan diri dari dunia materi dan dunia ramai. Ia mengasingkan diri ke tempat terpencil untuk beribadat, puasa, shalat, membaca al-Qur'an dan dzikir. Puasanya yang banyak membuat hawa nafsunya lemah, dan membuat ia tahan lapar dan dahaga. Ia makan dan minum hanya untuk mempertahankan kelanjutan hidup. Ia sedikit tidur dan banyak beribadat. Pakaiannyapun sederhana. Ia menjadi orang zahid dari dunia, orang yang tidak bisa lagi digoda oleh kesenangan dunia dan kelezatan materi. Yang dicarinya ialah kebahagiaan rohani, dan itu diperolehnya dalam berpuasa, melakukan shalat, membaca al-Qur'an dan berdzikir.
Kalau kesenangan dunia dan kelezatan materi tak bisa menggodanya lagi, ia keluar dari pengasingannya masuk kembali ke dunianya semula. Ia terus banyak berpuasa, melakukan shalat, membaca al-Qur'an dan berdzikir. Ia juga akan selalu naik haji. Sampailah ia ke stasion wara'. Di stasion ini ia dijauhkan Tuhan dari perbuatan-perbuatan syubhat. Dalam literatur tasawuf disebut bahwa al-Muhasibi menolak makanan, karena di dalamnya terdapat syubhat. Bisyr al-Hafi tidak bisa mengulurkan tangan ke arah makanan yang berisi syubhat.
Dari stasion wara', ia pindah ke stasion faqr. Di stasion ini ia menjalani hidup kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya. Bahkan ia tidak meminta sungguhpun ia tidak punya. Ia tidak meminta tapi tidak menolak pemberian Tuhan.
Setelah menjalani hidup kefakiran ia sampai ke stasion sabar. Ia sabar bukan hanya dalam menjalankan perintah-perintah Tuhan yang berat dan menjauhi larangan-larangan Tuhan yang penuh godaan, tetapi juga sabar dalam menerima percobaan-percobaan berat yang ditimpakan Tuhan kepadanya. Ia bukan hanya tidak meminta pertolongan dari Tuhan, bahkan ia tidak menunggu-nunggu datangnya pertolongan. Ia sabar menderita.
Selanjutnya ia pindah ke stasion tawakkal. Ia menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan. Ia tidak memikirkan hari esok; baginya cukup apa yang ada untuk hari ini. Bahkan, sungguhpun tak ada padanya, ia selamanya merasa tenteram. Kendatipun ada padanya, ia tidak mau makan, karena ada orang yang lebih berhajat pada makanan dari padanya. Ia bersikap seperti telah mati.
Dari stasion tawakkal, ia meningkat ke stasion ridla. Dari stasion ini ia tidak menentang percobaan dari Tuhan bahkan ia menerima dengan senang hati. Ia tidak minta masuk surga dan dijauhkan dari neraka. Di dalam hatinya tidak ada perasaan benci, yang ada hanyalah perasaan senang. Ketika malapetaka turun, hatinya merasa senang dan di dalamnya bergelora rasa cinta kepada Tuhan. Di sini ia telah dekat sekali dengan Tuhan dan iapun sampai ke ambang pintu melihat Tuhan dengan hati nurani untuk selanjutnya bersatu dengan Tuhan.
Karena stasion-stasion tersebut di atas baru merupakan tempat penyucian diri bagi orang yang memasuki jalan tasawuf, ia sebenarnya belumlah menjadi sufi, tapi baru menjadi zahid atau calon sufi. Ia menjadi sufi setelah sampai ke stasion berikutnya dan memperoleh pengalaman-pengalaman tasawuf.
PENGALAMAN SUFI
Di masa awal perjalanannya, calon sufi dalam hubungannya dengan Tuhan dipengaruhi rasa takut atas dosa-dosa yang dilakukannya. Rasa takut itu kemudian berubah menjadi rasa waswas apakah tobatnya diterima Tuhan sehingga ia dapat meneruskan perjalanannya mendekati Tuhan. Lambat laun ia rasakan bahwa Tuhan bukanlah zat yang suka murka, tapi zat yang sayang dan kasih kepada hamba-Nya. Rasa takut hilang dan timbullah sebagai gantinya rasa cinta kepada Tuhan. Pada stasion ridla, rasa cinta kepada Tuhan bergelora dalam hatinya. Maka ia pun sampai ke stasion mahabbah, cinta Ilahi. Sufi memberikan arti mahabbah sebagai berikut, pertama, memeluk kepatuhan kepada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-Nya. Kedua, Menyerahkan seluruh diri kepada Yang Dikasihi. Ketiga, Mengosongkan hati dari segala-galanya, kecuali dari Diri Yang Dikasihi.
Mencintai Tuhan tidaklah dilarang dalam Islam, bahkan dalam al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang menggambarkan cinta Tuhan kepada hamba dan cinta hamba kepada Tuhan. Ayat 54 dari surat al-Maidah, "Allah akan mendatangkan suatu umat yang dicintai-Nya dan orang yang mencintai-Nya." Selanjutnya ayat 30 dari surat 'Ali Imran menyebutkan, "Katakanlah, jika kamu cinta kepada Tuhan, maka turutlah Aku, dan Allah akan mencintai kamu."
Hadits juga menggambarkan cinta itu, seperti yang berikut, "Senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadat sehingga Aku cinta kepadanya. Orang yang Ku-cintai, Aku menjadi pendengaran, penglihatan dan tangannya."
Sufi yang masyhur dalam sejarah tasawuf dengan pengalaman cinta adalah seorang wanita bernama Rabi'ah al-'Adawiah (713-801 M) di Basrah. Cintanya yang dalam kepada Tuhan memalingkannya dari segala yang lain dari Tuhan. Dalam doanya, ia tidak meminta dijauhkan dari neraka dan pula tidak meminta dimasukkan ke surga. Yang ia pinta adalah dekat kepada Tuhan. Ia mengatakan, "Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut kepada neraka, bukan pula karena ingin masuk surga, tetapi aku mengabdi karena cintaku kepada-Nya." Ia bermunajat, "Tuhanku, jika kupuja Engkau karena takut kepada neraka, bakarlah mataku karena Engkau, janganlah sembunyikan keindahan-Mu yang kekal itu dari pandanganku."
Sewaktu malam telah sunyi ia berkata, "Tuhanku, bintang di langit telah gemerlapan, mata-mata telah bertiduran, pintu-pintu istana telah dikunci, tiap pecinta telah berduaan dengan yang dicintainya, dan inilah aku berada di hadirat-Mu." Ketika fajar menyingsing ia dengan rasa cemas mengucapkan, "Tuhanku, malam telah berlalu dan siang segera akan menampakkan diri. Aku gelisah, apakah Engkau terima aku sehingga aku bahagia, ataukah Engkau tolak sehingga aku merasa sedih. Demi keMahakuasaan-Mu inilah yang akan kulakukan selama Engkau beri hajat kepadaku. Sekiranya Engkau usir aku dari depan pintuMu, aku tidak akan bergerak, karena cintaku kepada-Mu telah memenuhi hatiku."
Pernah pula ia berkata, "Buah hatiku, hanya Engkaulah yang kukasihi. Beri ampunlah pembuat dosa yang datang ke hadiratMu, Engkau harapanku, kebahagiaan dari kesenanganku. Hatiku telah enggan mencintai selain Engkau." Begitu penuh hatinya dengan rasa cinta kepada Tuhan, sehingga ketika orang bertanya kepadanya, apakah ia benci kepada setan, ia menjawab, "Cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong di dalam hatiku untuk benci setan."
Cinta tulus Rabi'ah al-'Adawiah kepada Tuhan, akhirnya dibalas Tuhan, dan ini tertera dari syairnya yang berikut:
Kucintai Engkau dengan dua cinta,
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu,
Cinta karena diriku Membuat aku lupa
yang lain dan senantiasa menyebut nama-Mu,
Cinta kepada diri-Mu,
Membuat aku melihat Engkau karena Engkau bukakan hijab,
Tiada puji bagiku untuk ini dan itu, Bagi-Mu-lah puji dan untuk itu semua.
Rabi'ah al-'Adawiah, telah sampai ke stasion sesudah mahabbah, yaitu ma'rifah. Ia telah melihat Tuhan dengan hati nuraninya. Ia telah sampai ke stasion yang menjadi idaman kaum sufi. Dengan kata lain, Rabi'ah al-'Adawiah telah benar-benar menjadi sufi.
Pengalaman ma'rifah, ditonjolkan oleh Zunnun al-Misri (w.860 M). Ma'rifah adalah anugerah Tuhan kepada sufi yang dengan ikhlas dan sungguh-sungguh mencintai Tuhan. Karena cinta ikhlas dan suci itulah Tuhan mengungkapkan tabir dari pandangan sufi dan dengan terbukanya tabir itu sufi pun dapat menerima cahaya yang dipancarkan Tuhan dan sufi pun melihat keindahan-Nya yang abadi. Ketika Zunnun ditanya, bagaimana ia memperoleh ma'rifah, ia menjawab, "Aku melihat dan mengetahui Tuhan dengan Tuhan dan sekiranya tidak karena Tuhan aku tidak melihat dan tidak tahu Tuhan."
Yang dimaksud Zunnun ialah bahwa ia memperoleh ma'rifah karena kemurahan hati Tuhan. Sekiranya Tuhan tidak membukakan tabir dari mata hatinya, ia tidak akan dapat melihat Tuhan. Sebagaimana disebut dalam literatur tasawuf, sufi berusaha keras mendekatkan diri dari bawah dan Tuhan menurunkan rahmat-Nya dari atas. Juga dikatakan bahwa ma'rifah datang ketika cinta sufi dari bawah dibalas Tuhan dari atas.
Dalam hubungan dengan Tuhan, sufi memakai alat bukan akal yang berpusat di kepala, tapi qalb atau kalbu (jantung) yang berpusat di dada. Kalbu mempunyai tiga daya, pertama, daya untuk-mengetahui sifat-sifat Tuhan yang disebut qalb. Kedua, daya untuk mencintai Tuhan yang disebut ruh. Ketiga daya untuk melihat Tuhan yang disebut sirr.
Sirr adalah daya terpeka dari kalbu dan daya ini keluar setelah sufi berhasil menyucikan jiwanya sesuci-sucinya. Dalam bahasa sufi, jiwa tak ubahnya sebagai kaca, yang kalau senantiasa dibersihkan dan digosok akan mempunyai daya tangkap yang besar. Demikian juga jiwa, makin lama ia disucikan dengan ibadat yang banyak, makin suci ia dan makin besar daya tangkapnya, sehingga akhirnya dapat menangkap daya cemerlang yang dipancarkan Tuhan. Ketika itu sufi pun bergemilang dalam cahaya Tuhan dan dapat melihat rahasia-rahasia Tuhan. Karena itu al-Ghazali mengartikan ma'rifat, "Melihat rahasia-rahasia Tuhan dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada."
Kata ma'rifat memang mengandung arti pengetahuan. Maka, ma'rifat dalam tasawuf berarti pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan melalui kalbu. Pengetahuan ini disebut ilm ladunni. Ma'rifah berbeda dengan 'ilm. 'Ilm ini diperoleh melalui akal. Dalam pendapat al-Ghazali, pengetahuan yang diperoleh melalui kalbu, yaitu ma'rifah, lebih benar dari pengetahuan yang diperoleh melalui akal, yaitu 'ilm. Sebelum menempuh jalan tasawuf al-Ghazali diserang penyakit syak. Tapi, menurut al-Ghazali, setelah mencapai ma'rifah, keyakinannya untuk memperoleh kebenaran ternyata melalui tasawuf, bukan filsafat.
Lebih jauh mengenai ma'rifah dalam literatur tasawuf dijumpai ungkapan berikut, pertama, kalau mata yang terdapat di dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah. Kedua, ma'rifah adalah cermin. Kalau sufi melihat ke cermin itu yang akan dilihatnya hanyalah Allah. Ketiga, yang dilihat orang 'arif, baik sewaktu tidur maupun sewaktu bangun hanyalah Allah. Keempat, sekiranya ma'rifah mengambil bentuk materi, cahaya yang disinarkannya gelap. Semua orang yang memandangnya akan mati karena tak tahan melihat kecemerlangan dan keindahannya.
Tetapi sufi yang dapat menangkap cahaya ma'rifah dengan mata hatinya akan dipenuhi kalbunya dengan rasa cinta yang mendalam kepada Tuhan. Tidak mengherankan kalau sufi merasa tidak puas dengan stasion ma'rifah saja. Ia ingin berada lebih dekat lagi dengan Tuhan. Ia ingin mengalami persatuan dengan Tuhan, yang di dalam istilah tasawuf disebut ittihad.
Pengalaman ittihad ini ditonjolkan oleh Abu Yazid antara lain Bustami (w. 874 M). Ucapan-ucapan yang ditinggalkannya menunjukkan bahwa untuk mencapai ittihad diperlukan usaha yang keras dan waktu yang lama. Seseorang pernah bertanya kepada Abu Yazid tentang perjuangannya untuk mencapai ittihad. Ia menjawab, "Tiga tahun," sedang umurnya waktu itu telah lebih dari tujuh puluh tahun. Ia ingin mengatakan bahwa dalam usia tujuh puluh tahunlah ia baru sampai ke stasion ittihad.
Sebelum sampai ke ittihad, seorang sufi harus terlebih dahulu mengalami fana' dan baqa'. Yang dimaksud dengan fana' adalah hancur sedangkan baqa' berarti tinggal. Sesuatu didalam diri sufi akan fana atau hancur dan sesuatu yang lain akan baqa atau tinggal. Dalam literatur tasawuf disebutkan, orang yang fana dari kejahatan akan baqa (tinggal) ilmu dalam dirinya; orang yang fana dari maksiat akan baqa (tinggal) takwa dalam dirinya. Dengan demikian, yang tinggal dalam dirinya sifat-sifat yang baik. Sesuatu hilang dari diri sufi dan sesuatu yang lain akan timbul sebagai gantinya. Hilang kejahilan akan timbul ilmu. Hilang sifat buruk akan timbul sifat baik. Hilang maksiat akan timbul takwa.
Untuk sampai ke ittihad, sufi harus terlebih dahulu mengalami al-fana' 'an al-nafs, dalam arti lafdzi kehancuran jiwa. Yang dimaksud bukan hancurnya jiwa sufi menjadi tiada, tapi kehancurannya akan menimbulkan kesadaran sufi terhadap diri-Nya. Inilah yang disebut kaum sufi al-fana' 'an al-nafs wa al-baqa, bi 'l-Lah, dengan arti kesadaran tentang diri sendiri hancur dan timbullah kesadaran diri Tuhan. Di sini terjadilah ittihad, persatuan atau manunggal dengan Tuhan.
Mengenai fana', Abu Yazid mengatakan, "Aku mengetahui Tuhan melalui diriku hingga aku hancur, kemudian aku mengetahui-Nya melalui diri-Nya dan akupun hidup. Sedangkan mengenai fana dan baqa', ia mengungkapkan lagi, "Ia membuat aku gila pada diriku hingga aku mati. Kemudian Ia membuat aku gila kepada diri-Nya, dan akupun hidup." Lalu, diapun berkata lagi, "Gila pada diriku adalah fana' dan gila pada diri-Mu adalah baqa' (kelanjutan hidup)."
Dalam menjelaskan pengertian fana', al-Qusyairi menulis, "Fananya seseorang dari dirinya dan dari makhluk lain terjadi dengan hilangnya kesadaran tentang dirinya dan makhluk lain. Sebenarnya dirinya tetap ada, demikian pula makhluk lain, tetapi ia tak sadar lagi pada diri mereka dan pada dirinya. Kesadaran sufi tentang dirinya dan makhluk lain lenyap dan pergi ke dalam diri Tuhan dan terjadilah ittihad."
Ketika sampai ke ambang pintu ittihad dari sufi keluar ungkapan-ungkapan ganjil yang dalam istilah sufi disebut syatahat (ucapan teopatis). Syatahat yang diucapkan Abu Yazid, antara lain, sebagai berikut, "Manusia tobat dari dosanya, tetapi aku tidak. Aku hanya mengucapkan, tiada Tuhan selain Allah."
Abu Yazid tobat dengan lafadz syahadat demikian, karena lafadz itu menggambarkan Tuhan masih jauh dari sufi dan berada di belakang tabir. Abu Yazid ingin berada di hadirat Tuhan, berhadapan langsung dengan Tuhan dan mengatakan kepadaNya: Tiada Tuhan selain Engkau.
Dia juga mengucapkan, "Aku tidak heran melihat cintaku pada-Mu, karena aku hanyalah hamba yang hina. Tetapi aku heran melihat cinta-Mu padaku, karena Engkau adalah Raja Maha Kuasa."
Kara-kata ini menggambarkan bahwa cinta mendalam Abu Yazid telah dibalas Tuhan. Lalu, dia berkata lagi, "Aku tidak meminta dari Tuhan kecuali Tuhan."
Seperti halnya Rabi'ah yang tidak meminta surga dari Tuhan dan pula tidak meminta dijauhkan dari neraka dan yang dikehendakinya hanyalah berada dekat dan bersatu dengan Tuhan. Dalam mimpi ia bertanya, "Apa jalannya untuk sampai kepadaMu?"
Tuhan menjawab, "Tinggalkan dirimu dan datanglah." Akhirnya Abu Yazid dengan meninggalkan dirinya mengalami fana, baqa' dan ittihad.
Masalah ittihad, Abu Yazid menggambarkan dengan kata-kata berikut ini, "Pada suatu ketika aku dinaikkan kehadirat Tuhan dan Ia berkata, Abu Yazid, makhluk-Ku ingin melihat engkau. Aku menjawab, kekasih-Ku, aku tak ingin melihat mereka. Tetapi jika itu kehendak-Mu, aku tak berdaya menentang-Mu. Hiasilah aku dengan keesaan-Mu, sehingga jika makhluk-Mu melihat aku, mereka akan berkata, telah kami lihat Engkau. Tetapi yang mereka lihat sebenarnya adalah Engkau, karena ketika itu aku tak ada di sana."
Dialog antara Abu Yazid dengan Tuhan ini menggambarkan bahwa ia dekat sekali dengan Tuhan. Godaan Tuhan untuk mengalihkan perhatian Abu Yazid ke makhluk-Nya ditolak Abu Yazid. Ia tetap meminta bersatu dengan Tuhan. Ini kelihatan dari kata-katanya, "Hiasilah aku dengan keesaan-Mu." Permintaan Abu Yazid dikabulkan Tuhan dan terjadilah persatuan, sebagaimana terungkap dari kata-kata berikut ini, "Abu Yazid, semuanya kecuali engkau adalah makhluk-Ku." Akupun berkata, aku adalah Engkau, Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau."
Dalam literatur tasawuf disebut bahwa dalam ittihad, yang satu memanggil yang lain dengan kata-kata: Ya ana (Hai aku). Hal ini juga dialami Abu Yazid, seperti kelihatan dalam ungkapan selanjutnya, "Dialog pun terputus, kata menjadi satu, bahkan seluruhnya menjadi satu. Maka Ia pun berkata kepadaku, "Hai Engkau, aku menjawab melalui diri-Nya "Hai Aku." Ia berkata kepadaku, "Engkaulah Yang Satu." Aku menjawab, "Akulah Yang Satu." Ia berkata lagi, "Engkau adalah Engkau." Aku menjawab: "Aku adalah Aku."
Yang penting diperhatikan dalam ungkapan diatas adalah kata-kata Abu Yazid "Aku menjawab melalui diriNya" (Fa qultu bihi). Kata-kata bihi -melalui diri-Nya- menggambarkan bersatunya Abu Yazid dengan Tuhan, rohnya telah melebur dalam diri Tuhan. Ia tidak ada lagi, yang ada hanyalah Tuhan. Maka yang mengatakan "Hai Aku Yang Satu" bukan Abu Yazid, tetapi Tuhan melalui Abu Yazid.
Dalam arti serupa inilah harus diartikan kata-kata yang diucapkan lidah sufi ketika berada dalam ittihad yaitu kata-kata yang pada lahirnya mengandung pengakuan sufi seolah-olah ia adalah Tuhan. Abu Yazid, seusai sembahyang subuh, mengeluarkan kata-kata, "Maha Suci Aku, Maha Suci Aku, Maha Besar Aku, Aku adalah Allah. Tiada Allah selain Aku, maka sembahlah Aku."
Dalam istilah sufi, kata-kata tersebut memang diucapkan lidah Abu Yazid, tetapi itu tidak berarti bahwa ia mengakui dirinya Tuhan. Mengakui dirinya Tuhan adalah dosa terbesar, dan sebagaimana dilihat pada permulaan makalah ini, agar dapat dekat kepada Tuhan, sufi haruslah bersih bukan dari dosa saja, tetapi juga dari syubhat. Maka dosa terbesar tersebut diatas akan membuat Abu Yazid jauh dari Tuhan dan tak dapat bersatu dengan Dia. Maka dalam pengertian sufi, kata-kata diatas betul keluar dari mulut Abu Yazid. Dengan kata lain, Tuhanlah yang mengaku diri-Nya Allah melalui lidah Abu Yazid. Karena itu dia pun mengatakan, "Pergilah, tidak ada di rumah ini selain Allah Yang Maha Kuasa. Di dalam jubah ini tidak ada selain Allah."
Yang mengucapkan kata-kata itu memang lidah Abu Yazid, tetapi itu tidak mengandung pengakuan Abu Yazid bahwa ia adalah Tuhan. Itu adalah kata-kata Tuhan yang diucapkan melalui lidah Abu Yazid.
Sufi lain yang mengalami persatuan dengan Tuhan adalah Husain Ibn Mansur al-Hallaj (858-922 M), yang berlainan nasibnya dengan Abu Yazid. Nasibnya malang karena dijatuhi hukuman bunuh, mayatnya dibakar dan debunya dibuang ke sungai Tigris. Hal ini karena dia mengatakan, "Ana 'l-Haqq (Akulah Yang Maha Benar).
Pengalaman persatuannya dengan Tuhan tidak disebut ittihad, tetapi hulul. Kalau Abu Yazid mengalami naik ke langit untuk bersatu dengan Tuhan, al-Hallaj mengalami persatuannya dengan Tuhan turun ke bumi. Dalam literatur tasawuf hulul diartikan, Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk bersemayam didalamnya dengan sifat-sifat ketuhanannya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dihancurkan.
Di sini terdapat juga konsep fana, yang dialami Abu Yazid dalam ittihad sebelum tercapai hulul. Menurut al-Hallaj, manusia mempunyai dua sifat dasar: nasut (kemanusiaan) dan lahut (ketuhanan). Demikian juga Tuhan mempunyai dua sifat dasar, lahut (ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan). Landasan bahwa Tuhan dan manusia sama-sama mempunyai sifat diambil dari hadits yang menegaskan bahwa Tuhan menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya.
Hadits ini mengandung arti bahwa didalam diri Adam ada bentuk Tuhan dan itulah yang disebut lahut manusia. Sebaliknya didalam diri Tuhan terdapat bentuk Adam dan itulah yang disebut nasut Tuhan. Hal ini terlihat jelas pada syair al-Hallaj sebagai berikut:
Maha Suci Diri Yang Sifat kemanusiaan-Nya
Membukakan rahasia cahaya ketuhanan-Nya yang gemilang
Kemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyata
Dalam bentuk manusia yang makan dan minum
Dengan membersihkan diri malalui ibadat yang banyak dilakukan, nasut manusia lenyap dan muncullah lahut-nya dan ketika itulah nasut Tuhan turun bersemayam dalam diri sufi dan terjadilah hulul.
Hal itu digambarkan al-Hallaj dalam syair berikut ini:
Jiwa-Mu disatukan dengan jiwaku
Sebagaimana anggur disatukan dengan air suci
Jika Engkau disentuh, aku disentuhnya pula
Maka, ketika itu -dalam tiap hal- Engkau adalah aku.
Hulul juga digambarkan dalam syair berikut:
Aku adalah Dia yang kucintai
Dan Dia yang kucintai adalah aku,
Kami adalah dua jiwa yang menempati satu tubuh,
Jika Engkau lihat aku, engkau lihat Dia,
Dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat Kami.
Ketika mengalami hulul yang digambarkan diatas itulah lidah al-Hallaj mengucapkan, "Ana 'l-Haqq (Akulah Yang Maha Benar). Tetapi sebagaimana halnya dengan Abu Yazid, ucapan itu tidak mengandung arti pengakuan al-Hallaj dirinya menjadi Tuhan. Kata-kata itu adalah kata-kata Tuhan yang Ia ucapkan melalui lidah al-Hallaj. Sufi yang bernasib malang ini mengatakan,
"Aku adalah rahasia Yang Maha Benar,
Yang Maha Benar bukanlah Aku,
Aku hanya satu dari yang benar,
Maka bedakanlah antara kami."
Syatahat atau kata-kata teofani sufi seperti itu membuat kaum syari'at menuduh sufi telah menyeleweng dari ajaran Islam dan menganggap tasawuf bertentangan dengan Islam. Kaum syari'at yang banyak terikat kepada formalitas ibadat, tidak menangkap pengalaman sufi yang mementingkan hakekat dan tujuan ibadat, yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.
Dalam sejarah Islam memang terkenal adanya pertentangan keras antara kaum syari'at dan kaum hakekat, gelar yang diberikan kepada kaum sufi. Pertentangan ini mereda setelah al-Ghazali datang dengan pengalamannya bahwa jalan sufilah yang dapat membawa orang kepada kebenaran yang menyakinkan. Al-Ghazali menghalalkan tasawuf sampai tingkat ma'rifah, sungguhpun ia tidak mengharamkan tingkat fana', baqa, dan ittihad. Ia tidak mengkafirkan Abu Yazid dan al-Hallaj, tapi mengkafirkan al-Farabi dan Ibn Sina.
Kalau filsafat, setelah kritik al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah, tidak berkembang lagi di dunia Islam Sunni, tasawuf sebaliknya banyak diamalkan, bahkan oleh syariat sendiri. Dalam perkembangan selanjutnya, setelah pengalaman persatuan manusia dengan Tuhan yang dibawa al-Bustami dalam ittihad dan al-Hallaj dalam hulul, Muhy al-Din Ibn 'Arabi (1165-1240) membawa ajaran kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan dalam wahdat al-wujud.
Lahut dan nasut, yang bagi al-Hallaj merupakan dua hal yang berbeda, ia satukan menjadi dua aspek. Dalam pengalamannya, tiap makhluk mempunyai dua aspek. Aspek batin yang merupakan esensi, disebut al-haqq, dan aspek luar yang merupakan aksiden disebut al-khalq. Semua makhluk dalam aspek luarnya berbeda, tetapi dalam aspek batinnya satu, yaitu al-haqq. Wujud semuanya satu, yaitu wujud al-haqq.
Tuhan, sebagaimana disebut dalam Hadits yang telah dikutip pada permulaan, pada awalnya adalah "harta" tersembunyi, kemudian Ia ingin dikenal maka diciptakan-Nya makhluk, dan melalui makhluklah Ia dikenal. Maka, alam sebagai makhluk, adalah penampakan diri atau tajalli dari Tuhan. Alam sebagai cermin yang didalamnya terdapat gambar Tuhan. Dengan kata lain, alam adalah bayangan Tuhan. Sebagai bayangan, wujud alam tak akan ada tanpa wujud Tuhan. Wujud alam tergantung pada wujud Tuhan. Sebagai bayangan, wujud alam bersatu dengan wujud Tuhan dalam ajaran wahdat al-wujud.
Yang ada dalam alam ini kelihatannya banyak tetapi pada hakekatnya satu. Keadaan ini tak ubahnya sebagai orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin yang diletakkan di sekelilingnya. Di dalam tiap cermin, ia lihat dirinya. Di dalam cermin, dirinya kelihatan banyak, tetapi pada hakekatnya dirinya hanya satu. Yang lain dan yang banyak adalah bayangannya.
Oleh karena itu ada orang yang mengidentikkan ajaran wahdat al-wujud Ibn Arabi dengan panteisme dalam arti bahwa yang disebut Tuhan adalah alam semesta. Jelas bahwa Ibn Arabi tidak mengidentikkan alam dengan Tuhan. Bagi Ibn Arabi, sebagaimana halnya dengan sufi-sufi lainnya, Tuhan adalah transendental dan bukan imanen. Tuhan berada di luar dan bukan di dalam alam. Alam hanya merupakan penampakan diri atau tajalli dari Tuhan.
Ajaran wahdat al-wujud dengan tajalli Tuhan ini selanjutnya membawa pada ajaran al-Insan al-Kamil yang dikembangkan terutama oleh Abd al-Karim al-Jilli (1366-1428). Dalam pengalaman al-Jilli, tajalli atau penampakan diri Tuhan mengambil tiga tahap tanazul (turun), ahadiah, Huwiah dan Aniyah.
Pada tahap ahadiah, Tuhan dalam keabsolutannya baru keluar dari al-'ama, kabut kegelapan, tanpa nama dan sifat. Pada tahap hawiah nama dan sifat Tuhan telah muncul, tetapi masih dalam bentuk potensial. Pada tahap aniah, Tuhan menampakkan diri dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada makhluk-Nya. Di antara semua makhluk-Nya, pada diri manusia Ia menampakkan diri-Nya dengan segala sifat-Nya.
Sungguhpun manusia merupakan tajalli atau penampakan diri Tuhan yang paling sempurna diantara semua makhluk-Nya, tajalli-Nya tidak sama pada semua manusia. Tajalli Tuhan yang sempurna terdapat dalam Insan Kamil. Untuk mencapai tingkat Insan Kamil, sufi mesti mengadakan taraqqi (pendakian) melalui tiga tingkatan: bidayah, tawassut dan khitam.
Pada tingkat bidayah, sufi disinari oleh nama-nama Tuhan, dengan kata lain, pada sufi yang demikian, Tuhan menampakkan diri dalam nama-nama-Nya, seperti Pengasih, Penyayang dan sebagainya (tajalli fi al-asma). Pada tingkat tawassut, sufi disinari oleh sifat-sifat Tuhan, seperti hayat, ilmu, qudrat dll. Dan Tuhan ber-tajalli pada sufi demikian dengan sifat-sifat-Nya. Pada tingkat khitam, sufi disinari dzat Tuhan yang dengan demikian sufi tersebut ber-tajalli dengan dzat-Nya. Pada tingkat ini sufi pun menjadi Insan Kamil. Ia menjadi manusia sempurna, mempunyai sifat ketuhanan dan dalam dirinya terdapat bentuk (shurah) Allah. Dialah bayangan Tuhan yang sempurna. Dan dialah yang menjadi perantara antara manusia dan Tuhan. Insan Kamil terdapat dalam diri para Nabi dan para wali. Di antara semuanya, Insan Kamil yang tersempurna terdapat dalam diri Nabi Muhammad.
Demikianlah, tujuan sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Tuhan akhirnya tercapai malalui ittihad serta hulul yang mengandung pengalaman persatuan roh manusia dengan roh Tuhan dan melalui wahdat al-wujud yang mengandung arti penampakan diri atau tajalli Tuhan yang sempurna dalam diri Insan Kamil.
Sementara itu tasawuf pada masa awal sejarahnya mengambil bentuk tarekat, dalam arti organisasi tasawuf, yang dibentuk oleh murid-murid atau pengikut-pengikut sufi besar untuk melestarikan ajaran gurunya. Di antara tarekat-tarekat besar yang terdapat di Indonesia adalah Qadiriah yang muncul pada abad ke-13 Masehi untuk melestarikan ajaran Syekh Abdul Qadir Jailani (w. 1166 M), Naqsyabandiah, muncul pada abad ke-14 bagi pengikut Bahauddin Naqsyabandi (w. 1415 M), Syattariah, pengikut Abdullah Syattar (w. 1415 M), dan Tijaniah yang muncul pada abad ke-19 di Marokko dan Aljazair. Tarekat-tarekat besar lain diantaranya adalah Bekhtasyiah di Turki, Sanusiah di Libia, Syadziliah di Marokko, Mesir dan Suria, Mawlawiah (Jalaluddin Rumi) di Turki, dan Rifa'iah di Irak, Suria dan Mesir.
Dalam tarekat, ajaran-ajaran sufi besar tersebut terkadang diselewengkan, sehingga tarekat menyimpang dari tujuan sebenarnya dari sufi untuk menyucikan diri dan berada dekat dengan Tuhan. Tarekat ada yang telah menyalahi ajaran dasar sufi dan syari'at Islam, sehingga timbullah pertentangan antara kaum syari'at dan kaum tarekat.
Sementara itu ada pula tarekat yang menekankan pentingnya kehidupan rohani dan mengabaikan kehidupan duniawi, dan disamping itu menekankan ajaran tawakal sufi, sehingga mengabaikan usaha. Dengan kata lain, yang dikembangkan tarekat adalah orientasi akhirat dan sikap tawakal.
Perlu ditegaskan bahwa sampai permulaan abad ke-20, tarekat mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat Islam. Karena pengaruh besar itu, orang-orang yang ingin mendapat dukungan dari masyarakat menjadi anggota tarekat. Di Turki Usmani, tentara menjadi anggota tarekat Bekhtasyi dan dalam perlawanan mereka terhadap pembaharuan yang diadakan sultan-sultan, mereka mendapat sokongan dari tarekat Bekhtasyi dan para ulama Turki.
Karena pengaruh besar dalam masyarakat itu orientasi akhirat dan sikap tawakal berkembang di kalangan umat Islam yang bekas-bekasnya masih ada pada kita sampai sekarang. Untuk itu tidak mengherankan kalau pemimpin-pemimpin pembaharuan dalam Islam seperti Jamaluddin Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan terutama Kamal Ataturk memandang tarekat sebagai salah satu faktor yang membawa kepada kemunduran umat Islam.
Dalam pada itu dunia dewasa ini dilanda oleh materialisme yang menimbulkan berbagai masalah sosial yang pelik. Banyak orang mengatakan bahwa dalam menghadapi meterialisme yang melanda dunia sekarang, perlu dihidupkan kembali spiritualisme. Disini tasawuf dengan ajaran kerohanian dan akhlak mulianya dapat memainkan peranan penting. Tetapi untuk itu yang perlu ditekankan tarekat dalam diri para pengikutnya adalah penyucian diri dan pembentukan akhlak mulia disamping kerohanian dengan tidak mengabaikan kehidupan keduniaan.
Pada akhir-akhir ini memang kelihatan gejala orang-orang di Barat yang bosan hidup kematerian lalu mencari hidup kerohanian di Timur. Ada yang pergi ke kerohanian dalam agama Buddha, ada ke kerohanian dalam agama Hindu dan tak sedikit pula yang mengikuti kerohanian dalam agama Islam, umpamanya aliran Subud di Jakarta.
Dalam hubungan itu kira-kira 30 tahun lalu, A.J. Arberry dalam bukunya Sufism menulis bahwa Muslim dan bukan Muslim adalah makhluk Tuhan yang satu. Oleh karena itu bukanlah tidak pada tempatnya bagi seorang Kristen untuk mempelajari ajaran-ajaran sufi yang telah meninggalkan pengaruh besar dalam kehidupan umat Islam dan bersama-sama dengan orang Islam menggali kembali ajaran-ajaran sufi yang akan dapat memenuhi kebutuhan orang yang mencari nilai-nilai kerohanian dan moral zaman yang penuh kegelapan dan tantangan seperti sekarang.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arberry, A.J., Sufism, London, George Allan and Unwin Ltd., 1963.
Badawi, A.R., Syatahat al-Sufiah, Cairo, al-Nahdah al-Misriah, 1949.
Corbin, H., Histoire de la Philosophie Islamique, Paris, Gallimard, 1964.

Selasa, 01 Juli 2008

dinasti murabithun dan muwahidhun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas "undangan" penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun'im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuatan Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Murabithun atau Al Murawiyah di Afrika Utara dan Spanyol (1056-1147 M)

Murabithun atau Al–Murawiyah merupakan salah satu Dinasti Islam yang berkuasa di Maghrib. Nama Al- Murabithun berkaitan dengan nama tempat tinggal mereka yang pada awalnya mereka menempati Ribat (sejenis surau). Asal-usul dinasi ini dari Lemtuna, salahsatu dari suku Sanhaja, Mereka juga disebut al-Mulassimun (orang-orang bercadar).
Pada abad kesebelas pemimpin Sanhaja, Yahya bin Ibrahim, melaksanakan ibadah haji ke Makkah. Dan sekembalinya dari Arabia, ia mengundang Abdullah bin Yasin seorang alim terkenal di Maroko, untuk membina kaumnya dengan keagamaan yang baik, kemudian beliau dibantu oleh Yahya bin Umar dan saudaranya Abu Bakar bin Umar. Perkumpulan ini berkembang dengan cepat , sehingga dapat menghimpun sekitar 1000 orang pengikut.
Di bawah pimpinan Abdullah bin Yasin dan komando militer Yahya bin Umar mereka berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Wadi Dara, dan kerajaan Sijil Mast yang dikuasai oleh Mas’ud bin Wanuddin. Ketika Yahya bin Umar meninggal Dunia, jabatannya diganti oleh saudaranya, Abu Bakar bin Umar, kemudian ia menaklukkan daerah Sahara Maroko. Setelah diadakan penyerangan ke Maroko tengah dan selatan selanjutnya menyerang suku Barghawata yang menganut paham bid’ah. Dalam penyerangan ini Abdullah bin Yasin wafat (1059 M). Sejak saat itu Abu Bakar memegang kekuasaan secara penuh dan ia berhasil mengembangkannya.
Abu Bakar berhasil menaklukkan daerah Utara Atlas Tinggi dan akhirnya pada tahun 1070 M, ia dapat menaklukkan daerah Marrakech (Maroko). Kemudian ia mendapat beritabahwa Buluguan, Raja Kala dari Bani Hammad mengadakan penyerangan ke Maghrib dengan melibatkan kaum Sanhaja. Mendengar berita itu ia kembali ke Sanhaja untuk menegakkan perdamaian. Setelah berhasil memadamkan, ia menyerahkan kekuasaanya kepada Yusuf bin Tasyfin (2 September 1107), kemudian ia mengatakan bahwa Maroko di bawah kekuasaannya.
Pada tahun 1062 M, Yusuf bin tasyfin mendirikan ibu kota di Maroko. Dia berhasil menaklukkan Fez (1070 M) dan Tangier (1078 M). Pada tahun 1080-1082 M, ia berhasil meluaskan wilayah sampai ke Al Jazair. Dia mengangkat para pejabat Al-Murabithun untuk menduduki jabatan Gubernur pada wilayah taklukannya, sementara ia memerintah
di Maroko. Yusuf bin Tasfin meninggalkan Afrika pada tahun 1086 M dan memperoleh kemenangan besar atas Alfonso VI (Raja Castile Leon) dan Yusuf bin Tasfin mendapat dukungan dari Muluk At-Thawa’if dalam pertempuran di Zallaqah. Ketika Yusuf bin Tasfin meninggal Dunia, ia mewariskan kepada anaknya, Abu Yusuf bin Tasyfin. Warisan itu berupa kerajaan yang luas dan besar terdiri dari negeri-negeri Maghrib, bagian Afrika dan Spanyol. Ali ibn Yusuf melanjutkan politik pendahulunya dan berhasil mengalahkan anak Alfonso VI (1108 M). Kemudian ia ke Andalusia merampas Talavera Dela Rein. Lambat laun
Dinasti Al- Murabithun mengalami kemunduran dalam memperluas wilayah. Kemudian Ali mengalami kekalahan pertempuran di Cuhera (1129 M). kemudain ia mengangkat anaknya Tasyfin bin Ali menjadi Gubernur Granada dan Almeria. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menguatkan moral kaum Murabithun untuk mempertahankan serangan dari raja Alfonso VII. Dinasti Al- Murabithun memegang kekuasan selama 90 tahun, dengan enam orang penguasa yaitu :
1. Abu Bakar bin Umar (1056-1061 M)
2. Yusuf bin Tasyfin (1061-1107 M)
3. Ali bin Yusuf (1107-1143 M)
4. Tasyfin bin Ali (1143-1145 M)
5. Ibrahim bin Tasfin
6. Ishak bin Ali.

Masa terahir Dinasti Al-Murabithun tatkala dikalahkan oleh Dinasti Muwahiddun yang dipimpin oleh Abdul Mun’im. Dinasti Muwahiddun menaklukkan Maroko pada tahun 1146-1147 M yang ditandai dengan terbunuhnya penguasa Al-Murabithun yang terakhir, Ishak bin Ali.

Ketika kekuasaan Bani Umayah Spanyol pecah, ada suatu kekuatan yang baru muncul di Afrika Barat. Para ketua Muslim di Spanyol melupakan perbedaan mereka. Pada saat yang kritis itu dan meminta bantuan kepada Yusuf ibn Tasyfin, Raja al-Murabithun di Afrika Barat. Yusuf menanggapi permintaan mereka dan menyebrang ke Spanyol pada tahun 1086 M. Pasukan Gabungan itu bertemu dengan pasukan Alfanso di Zalaqah. Dalam
pertempuran itu Alfanso dikalahkan. Kemenangan ini membuat Yusuf menjadi Raja. Akan tetapi tidak lama memerintah beliau wafat, dan di ganti oleh anaknya Abul Hasan. Abul Hasan mempunyai kekuatan yang luar biasa, Dia mengalahkan orang K
RISTEN dalam beberapa pertempuran selama pemerintahannya. Kekuatan lainnya bernama al-Muahhidun di Afrika

B. Muwahhidun atau Al–Muhad di Afrika Utara dan Spanyol (1128-1269 M)

Muwahhiddun merupakan Dinasti Islam yang pernah berjaya di Afrika Utara selama lebih satu abad. Didirikan oleh Muhammad bin Tummart. Ibn Tumart menamakan gerakannya dengan Muwahhiddun, karena gerakan ini bertujuan untuk menegakkan tauhid (Keesaan Allah), menolak segala bentuk pemahaman anthropormofisme (Tajsim) yang dianut oleh Murabithun. Karena itu semangat perjuangan Ibn Tumart adalah menghancurkan kekuatan Murabhitun. Pada tahun 1129 M, di bawah komando Abu Muhammad Al Basyir, kaum Muwahiddun menyerang ibu kota Murabithun. Peristiwa itu terkenal dengan nama perang Buhairah. Dalam perang itu Muwahhidun kalah dan mengakibatkan meninggalnya Ibn Tumart. Pada tahun 1163 M, Abdul Mun’im bin ‘Ali diangkat sebagai pemimpin menggantikan Ibn Tumart. Di bawah kepemimpinannya Al-Muwahiddun Meraih kemenangan. Pada tahun 1131 M Muwahiddun menguasai Nadla , Dir’ah Taigar, Fazar dan Giyasah. Pada tahun 1139 M, Muwahiddun melancarkan serangan ke pertahanan Murabithun sehingga jatuh ketangan kaum Muwahiddun. Fez kota terbesar kedua setelah Marrakech, direbut al-Muwahhidun pada tahun 1145 M. Setahun kemudian berhasil menguasai Marrakech dan menjatuhkan Murabithun.

Setelah berhasil menjatuhkan Murabithun Abdul Mun’im memperluas wilayah kekuasaannya, pada tahun 1152 M Al-Jazair direbutnya. 6 tahun berikutnya wilayah Tunisia dikuasai dan 2 tahun setelah itu Tripoli jatuh ketangannya. Kekuasaannya dari Tripoli hingga ke Samudera Atlantik sebelah Barat, suatu prestasi gemilang dan belum

pernah dicapai oleh Dinasti manapun di Afrika Utara. Pada tahun 1162 M, Abdul Mun’im memperluas wilayahnya ke daerah yang dikuasai orang Kristen, tetapi pada tahun itu Abdul Mun’im wafat. Ia diganti puteranya Abu Ya’kup Yusuf Abdul Mun’im (1184 M). Ia memperluas wilayah di utara dari timur pada tahun 1169 M dibawah Abu Hafs al Muwahhidun, dia berhasil merebut Toledo.
Dalam beberapa generasi ini Muwahhidun mengalami masa kemajuan. Akan tetapi setelah kematian Ya’kub Muwahhidun memasuki masa kemunduran. Bersamaan dengan kemunduran ini, pasukan Salib yang telah dikalahkan oleh Salahuddin di Palestina kembali ke Eropa dan mulai menggalang kekuatan baru dibawah pimpinan Alfonso IX. Kekuatan KRISTEN ini mengulangi serangan ke Andalusia dan kali ini mereka berhasil mengalahkan kekuatan Muslim Muwahhidun. Setelah beberapa kali mengalami kekalahan

dan akhirnya penguasa muwahhidun meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara (Maroko) pada tahun 1235 M. Adapun urutan-urutan penguasa Al Muwahhidun sebagai berikut :

1. Muhammad bin Tumart Al Mahdi (1121-1130 M)
2. Abdul Mun’im bin Ali (1130-1163 M)
3. Abu Ya’kub Yusuf (1163-1184 M)
4. Abu Yusuf Ya’kub al Mansur (1184-1198 M)
5. Muhammad An Nasir (1198-1214 M)
6. Abu Yusuf Ya’kub Al Mustansir (1214-1224 M)
7. Dsb.

Muhammad ibnu Tumart, seorang penduduk asli dari suku di Afrika Barat, mengangkat Abdul Mikmin sebagai wakilnya, setelah Abdul Mukmin wafat di ganti oleh saudaranya Abu Yakub Yusuf. Dia seorang yang dermawan. Beliau digantikan oleh anaknya yang terkenal yaitu Ya’kub yang di bawah pemerintahannya, kekuasaan Muwahhidun mencapai puncaknya. Setelah beliau wafat kekuatan Kristen mulai muncul. Orang Islam di bawah pemerintahan Muwahhidun melawan orang Kristen di al-Ukab, akhirnya orang Muahhidun dikalahkan orang Kristen dengan pasukan yang besar (Ali, Afandi,1995:353-301)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Murabithun atau Al–Murawiyah merupakan salah satu Dinasti Islam yang berkuasa di Maghrib. Nama Al-Murabithun berkaitan dengan nama tempat tinggal mereka yang pada awalnya mereka menempati Ribat (sejenis surau). Asal-usul dinasi ini dari Lemtuna, salahsatu dari suku Sanhaja, Mereka juga disebut al-Mulassimun (orang-orang bercadar).
Di bawah pimpinan Abdullah bin Yasin dan komando militer Yahya bin Umar mereka berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Wadi Dara, dan kerajaan Sijil Mast yang dikuasai oleh Mas’ud bin Wanuddin. Ketika Yahya bin Umar meninggal Dunia, jabatannya diganti oleh saudaranya, Abu Bakar bin Umar, kemudian ia menaklukkan daerah Sahara Maroko. Setelah diadakan penyerangan ke Maroko tengah dan selatan
Muwahhiddun merupakan Dinasti Islam yang pernah berjaya di Afrika Utara selama lebih satu abad. Didirikan oleh Muhammad bin Tummart. Ibn Tumart menamakan gerakannya dengan Muwahhiddun, karena gerakan ini bertujuan untuk menegakkan tauhid (Keesaan Allah), menolak segala bentuk pemahaman anthropormofisme (Tajsim) yang dianut oleh Murabithun. Karena itu semangat perjuangan Ibn Tumart adalah menghancurkan kekuatan Murabhitun. Pada tahun 1129 M, di bawah komando Abu Muhammad Al Basyir, kaum Muwahiddun menyerang ibu kota Murabithun. Peristiwa itu terkenal dengan nama perang Buhairah. Dalam perang itu Muwahhidun kalah dan mengakibatkan meninggalnya Ibn Tumart. Pada tahun 1163 M, Abdul Mun’im bin ‘Ali diangkat sebagai pemimpin menggantikan Ibn Tumart









DAFTAR PUSTAKA


http://bumiayuq.blogspot.com/2007/06/perkembangan-islam-di-spanyol.html

http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-di-spanyol.pdf.

islam di spanyol

BAB IX
PERADABAN ISLAM DI SPANYOL
==============================================
A. Proses Masuknya Islam di Spanyol
Peradaban Islam di Afrika dan Spanyol bermula dari serangkaian penaklukan oleh
bangsa Arab pada abad ketujuh dan kedelapan, yang dilancarkan melalui kota Mesir.
Penaklukan bangsa Arab mulai berkembang, dan sampai pada Spanyol kira-kira tahun 711
M.
Spanyol diduduki ummat Islam pada zaman Khalifah Walid (750-715 M), salah
seorang Khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukkan
Spanyol, ummat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu
propinsi dari Dinasti Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara terjadi di
zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M).
Islam masuk tanah subur Spanyol ini, dengan cara penaklukan atau ekspedisi. Dalam
hal penaklukan itu, ada tiga nama yang patut dicatat paling berjasa dalam sejarah
penaklukan negeri tersebut. Mereka adalah Tarif ibnu Malik, Tariq ibnu Ziyad, dan Musa
ibnu Nusair. Mereka bertiga mempunyai peranan sendiri-sendiri. Tarif ibnu Malik bersama
pasukannya adalah rombongan yang pertama kali melakukan penyerbuan, pada tahun 91
H. Tarif dan pasukannya melintasi selat yang menghubungkan antara benua Eropa dan
Afrika itu dengan satu pasukan perang, 500 orang diantaranya adalah tentara berkuda.
Mereka menumpang empat buah kapal yang disediakan oleh Julian (Syalabi, 1983:154).
Dalam penyerbuan itu, Tarif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan
kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya (Yatim,
2003:88-89).
Suksesnya ekspedisi yang dicapai oleh Tarif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh
kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol saat itu, mendorong Gubernur Afrika utara
yang berpusat di Qairuwan, yakni Musa ibnu Nusair untuk mengusai wilayah subur
dibagian Barat Daya Eropa. Tariq ibnu ziyad diberi tugas untuk menaklukkan negeri hijau
itu, dengan menyiapkan pasukan yang berjumlah 7000 personil. Mereka menyeberangi
selat antara Afrika Utara dan Eropa itu dengan kapal-kapal yang telah disediakan oleh
Julian sebagaimana penyebrangan pertama kali yang dilakukan Tarif (Brockelman,
1980:83). Pasukannya mendarat di sebuah gunung yang terkenal dengan nama Gibraltal
(Jabal Tariq). Penaklukan yang dipimpin Tariq ini berakhir dengan kemenangan yang
gemilang terjadi pada bulan Rajab tahun 92 H.
Rupanya Musa ibnu Nusair sendiri juga ingin berpartisipasi dalam peperangan
menaklukkan negeri hijau yang subur itu. Ia berhasil menaklukan kota yang sangat kuat
tersebut, selanjutnya ia taklukan kota Sevilla. Musa ibnu Nusair melanjutkan ekspedisinya
hingga bertemu pasukan Tariq ibnu Ziad di Toledo. Mereka besama-sama meneruskan
penaklukan ke utara, ke kota Saragossa dan Navarre (Brockelman, 1983:14).
B. Pekembangan Politik
Page 2
Perkembangan politik di Spanyol tidak lepas dari beberapa aspek yang dapat
mempengaruhinya diantaranya: ekonomi dan sosial. Dari pertama kali Islam menginjakkan
kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya Islam disana, Islam memainkan peranan yang
sangat besar, masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad sehingga masa ini
dibagi menjadi beberapa periode.
1. Periode pertama (711-755 M)
Pada periode ini Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh
Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik
negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna. Gangguan-gangguan masih terjadi baik
dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam berupa perselisihan di antara elite
penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, perbedaan
pandangan antara Khalifah Damaskus dan Gubernur Afrika Utara yang mengaku paling
berhak menguasai daerah Spanyol.
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat
tinggal di pegunungan yang tidak pernah tunduk pada pemerintahan Islam. Karena
seringnya terjadi konflik maka dalam periode ini Islam Spanyol belum melakukan
pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan
datangnya abd Rahman al-Dakhil ke Spanyol tahun 755 M.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, ummat Islam mulai memperoleh kemajuan baik dalam politik
maupun peradaban. Misalnya didirikannya masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-
kota besar. Meskipun demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan sering terjadi
diantaranya adanya gerakan K
RISTEN
fanatik, golongan pemberontak di Toledo pada tahun
852 M dan revolusi yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak puas.
Pada tahun 755-912 M, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar
amir (panglima atau Gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam,
yang ketika itu di pegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah
Abdurahman I yang memasuki Spanyol tahun 755 M dan diberi gelar al-Dakhil (yang
masuk ke Spanyol). Adapun urutan keamiran Bani Umayyah di Spanyol sebagai berikut:
a. Abd al-Rahman al-Dakhil (755-788 M)
Dalam tulisan sejarah dikenal dengan nama Abdul Rahman I. Ia seorang cucu
Khalifah Umayyah, Hisyam, yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika berhasil
menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya dia mendirikan Dinasti Bani
Umayyah di Spanyol (Yatim, 2003: 95). Dengan dukungan bangsa Barbar dari Afrika Utara
dan klien Syiria pada masa rezim Umayyah di Spanyol. Rezim baru ini mengikuti pola-pola
pemerintahan Abbasiyah. Ia melancarkan serangkaian pemberontakan lokal, dan
membentuk sebuah angkatan bersenjata terdiri dari para klien yang datang dari Utara
Pyreness.
Abdurrahman ad-Dakhil diangkat sebagai Gubernur Cordova pada bulan Desember
755 M
dan pada bulan Mei berikutnya Abdurrahman ad-Dakhil membangun tempat
tinggal di kota itu serta mengangkat dirinya sebagai Amir. Abdurrahman ad-Dakhil
memasuki Spanyol pada tahun 755 M. dan diberi gelar Al-dakhil (yang masuk ke Spanyol).
Pada masa ini banyak tantangan yang dihadapi Abdurrahman ad-Dakhil, baik yang
datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Disamping itu Abdurrahman ad-Dakhil
menghadapi musuh dari luar Islam, yakni Charli Magne, yang pasukannya dapat melintasi
pegunungan Pyrenia. Lawan yang datang dari daratan Eropa itu dihadapi dengan gagah
Page 3
perkasa. Roland, pemimpin pasukan Charle Magne itu mati terbunuh, dengan kemenangan
itu Abdurrahman ad-Dakhil bertambah kuat kedudukannya, dan untuk selanjutnya
Abdurrahman ad-Dakhil membangun negerinya.
Diantara pembangunan yang dilakukan Abdurrahman ad-Dakhil ialah memperindah
kota-kota, membangun benteng-benteng yang kokoh dan membangun istana dan
Abdurrahman ad-Dakhil meletakkan batu yang pertama untuk pembangunan Masjid yang
terbesar nantinya dibelahan Dunia Islam manapun, yang dilakukan dua tahun sebelum
wafatnya, tahun 789 M. Sebelum wafat Abdurrahman ad-Dakhil telah menunjuk anaknya
untuk menggantikan kedudukannya yakni Hisyam ibnu Abdurrahman (Hamid, 1964:71-
72) .
b. Hisyam ibnu Abdurrahman (788-796 M)
Hisyam ibnu Abdurrahman memerintah pada tahun 788-796 M. Hisyam ibnu
Abdurrahman terkenal pintar. Dalam hal agama, dia seorang yang taqwa dan warak.
Hisyam ibnu Abdurrahman memperhatikan masalah-masalah agama Islam, sesuai dengan
agama Allah SWT dan ajaran Rasulullah SAW.
Pada masa pemerintahan Hisyam ibnu Abdurrahman tersebar Madzhab Maliki di
Spanyol yang berasal dari Imam Malik ibn Anas yang berpusat di Madinah. Madzhab Maliki
tersebar luas di Spanyol atas jasa seorang ulama yang diutus belajar ke Madinah untuk
mempelajari Madzhab Maliki secara langsung dari Imam Malik. Ulama tersebut bernama
Ziyad ibn Abdurrahman, kemudian dari padanya tersebar luas madzhab itu di Spanyol
lewat Yahya ibn Yahya al-Laisi.
Pada zaman keamiran Hisyam I, dia menghadapi pemberontakan yang dilancarkan
oleh saudaranya sendiri di Toledo yakni Abdullah dan Sulaiman. Hisyam mengarahkan
perhatiannya ke wilayah Utara. Umat K
RISTEN
yang melancarkan gangguan keamanan
ditindasnya sekaligus berhasil mengalahkan kekuatan Perancis. Kota Norebonne
ditaklukkannya, sementara suku Gakicia mengajukan perundingan perdamaian.
Hisyam merupakan penguasa yang adil dan murah hati khususnya terhadap rakyat
yang lemah dan miskin. Ia membangun jembatan Kordova dan merampungkan
pembangunan mesjid dan gereja yang dibangun oleh ayahnya. Dalam bidang hukum,
Hisyam menganut Madzhab Maliki dan menjadikannya madzhab resmi di Andalusia.
Ulama Spanyol menduduki tempat yang tinggi di Istana Kerajaan, dan selalu memberi
nasehat serta memberi pendapatnya kepada sang penguasa itu. Hisyam ibnu Abdurrahman
memerintah 8 tahun. Dia wafat pada tahun 796 M. Kendali pemerintahan diteruskan oleh
anaknya Hakam ibn Hisyam.
c. Hakam ibn Hisyam (796-822 M)
Hakam ibn Hisyam memerintah pada tahun 796-821 M. Sifat-sifat yang dimiliki
Hakam ibn Hisyam berbeda dengan sifat yang dimiliki oleh ayahnya. Dia suka berhura-
hura, gemar berburu dan suka berolahraga. Dia memiliki kecerdasan yang luar biasa, akan
tetapi tidak begitu senang
dikelilingi ulama, berbeda dengan ayahnya yang senang
memuliakan ulama. Sehingga dia kurang disenangi ulama, maka para ulama akan
menggantikan Hakam ibn Hisyam dari kedudukannya. Rencana itu diketahui Hakam ibn
Hisyam, maka Hakam ibn Hisyam menghadapi para ulama itu dengan sikap keras. Banyak
ulama terbunuh dan keluarga mereka diusir dari Spanyol .
Dalam hal perbaikan negeri, Hakam ibn Hisyam termasuk orang yang berjasa dan
pertama kali membuat tentara yang teratur dan mendapat gaji tetap, mengumpulkan
banyak senjata, dan memperhatikan kuda-kuda tempur dalam kondisi yang prima. Dengan
Page 4
pasukan yang kuat itulah ia menghadapi pemberontakan dalam negeri dan musuh dari
luar negeri. Hakam ibn Hisyam meninggal pada tahun 206 H. Dan pemerintahan diganti
oleh anaknya, Abdurrahman yang lebih dikenal dengan al-Ausat (Mahmuddunnasir,
1994:290).
Pada masa Hakam banyak pemberontakan yang dihadapinya antara lain yang
dilancarkan Abdullah yang meminta bantuan Charlemagne. dia berhasil menguasai Toledo.
Sedang saudaranya Sulaiman menguasai Valencia. Pada saat ini Louis dan Charles berhasil
menyusup ke wilayah Muslim, sedang Alvonso panglima suku Galicia menyerbu kota
Araqon. Hakam membuktikan kemampuannya, bangsa Franka dan Galicia dikalahkannya,
kemudian menuju ke Tolede menghentikan pemberontakan Sulaiman dan Abdullah.
Namun tatkala Hisyam lengah, datang serangan bangsa Franka yang berhasil merebut
Barcelona pada tahun 805 M dan pada tahun 914 M Kordova diguncang oleh gerakan
pemberontakan namun dapat diamankan setelah Hakam mengalahkan kekuatan
pemberontak. Hakam meninggal pada tahun 822 M, setelah berkuasa 26 tahun.
d. Abdur Rahman Al-Ausat (822-852 M)
Abdurrahman al-Ausat memerintah pada tahun 822-852 M. Abdurrahman al-Ausat
tidak terlalu lemah dan tidak terlalu keras walaupun dididik dalam kemewahan.
Abdurrahman al-Ausat beradab dan suka perbaikan (Hamid, 1964:82). Ia memiliki visi
untuk selanjutnya menyentralkan pemerintahan, mengantarkan pada terbentuknya sebuah
kelas sekretarial yang terdiri dari kalangan pedagang dan klien, dan membentuk monopoli
dan penguasaan negara terhadap pasar-pasar perkotaan.
Peristiwa penting yang terjadi pada saat itu adalah serangan dari bangsa Normand
pada tahun 824 M. Akan tetapi pasukan Normand itu dapat dikalahkan oleh tentara kaum
Muslimin. Kejadian-kejadian dalam negeri yang paling penting antara lain pertentangan-
pertentangan antara sesama bangsa Arab sendiri, sebagaimana pertentangan antara kaum
Mudar dengan suku Arab dari Yaman di Murcea. Disamping itu terjadi pula
pemberontankan-pemberontakan kecil yang semuanya dapat dihadapi oleh Abdurrahman
al-Ausat dengan kemenangan (Hamid, 1964:98-100).
Abdul Rahman Ausat ini telah menyempurnakan proses konsolidasi pemerintahan
pusat. Ia membentuk angkatan bersenjata dari para tawanan yang berasal dari wilayah
Utara Spanyol dari Jerman, dan dari negeri-negeri Slavia. Pasukan militer, yang dikenal
dengan nama Sagaliba, belakangan diperkuat dengan tentara Barbar profesional non-
kesukuan dan tentara bayaran lokal. Aspek administrasi (pemerintahan) juga diperkokoh.
Seorang hajib (setinggi wazir dalam kedudukan) ditunjuk menangani administrasi dan
perpajakan. Dua puluh satu wilayah propinsi
diperintah oleh pejabat-pejabat pusat,
namun sejumlah distrik perbatasan diperintah oleh ga’id lokal dan keturunan tuan-tuan
tanah.
Seorang hakim kepala mengawasi administrasi Yudisial dan mengelola sejumlah
properti yang ditujukan untuk tujuan-tujuan keagamaan dan derma bakti sosial. Abdul
Rahman Ausat mengupayakan, melegitimasi dan mengadopsi bentuk-bentuk kultural
Abbasiyah Baghdadi, sebagaimana di wilayah Timur, kultur istana berusaha menyatukan
simbol-simbol Muslim dan kosmopolitan. Abdul Rahman Ausat juga mengadakan
pembangunan dan perluasan di berbagai daerah. Perluasan Masjid Agung Cordova,
merancang sejumlah proyek irigasi, dan lain-lainnya.
Arsitektur kekhalifahan yang meliputi arsitektur masjid, istana dan tempat
pemandian umum juga diilhami model arsitektur bangsa Timur. Beberapa unsur Visigothik
dan Romawi juga dimasukkan ke dalam desain arsitektur Muslim. Pada abad sepuluh
amir-al mu’minin juga membangun sebuah kota kerajaan yakni Madinat al Zahroh, sebuah
Page 5
kota yang dihiasi dengan berbagai istana, pancuran air, pertamanan yang megah yang
menandingi keindahan komplek istana Baghdad. Abdur Rahman Ausat ini pada
hakekatnya mewarisi kejayaan dan kemakmuran yang diciptakan oleh Hakam.
Kerusuhan pada saat itu ditimbulkan oleh umat K
RISTEN
yang dipimpin suku Leon.
Juga serbuan bangsa Normandia di wilayah pantai Spanyol. Kedua kekuatan ini dapat
dikalahkan. Pada masa pemerintahan Abdur Rahman II selama 30 tahun, perekonomian
rakyat mengalami kemajuan dan kemakmuran. Ia sangat mencintai seni kepustakaan dan
berusaha membangun Kordova sebagai Baghdad II. Ia mendirikan sejumlah istana, taman,
dan menghiasi ibu kota dengan berbagai bangunan masjid yang indah.
Sesudah wafatnya Abdurrahman al-Ausat pada tahun 952 M. dan kekuasaannya
diganti oleh anaknya Muhammad ibn Abdurrahman. Spanyol dalam keadaan kacau-balau
dan banyak pemberontakan, yang terjadi dari masa Abdurrahman III atau An-Nasir hingga
masa Abdullah ibn Muhammad, sekitar tahun 852-912 M. Dalam masa itu memerintah tiga
orang Amir.
e. Muhammad ibn Abdurrahman al-Ausat (852-886 M)
Muhammad menggantikan kedudukan ayahnya, Abdur Rahman II al Ausat.
Gangguan politik yang paling serius terjadi pada masa ini, yang datang dari ummat Islam
sendiri. Pemberontak di Toledo dengan bantuan pimpinan suku Leon bangkit menentang
Muhammad. Pasukan Muhammad menumpas kekuatan pemberontak di Guadelet. Di
Kordova timbul gerakan perusuh, Muhammad segera menempuh langkah pengamanan
dengan menumpas semua pemberontak.
Kekacauan di pusat pemerintahan dimanfaatkan oleh Perancis dengan menciptakan
gangguan di wilayah Utara, dan Normandia melancarkan serbuan di wilayah pantai
Spanyol. Kedua kekuatan ini dapat dikalahkan oleh pasukan Muhammad I. Pada akhir
masa pemerintahan muncul pemberontakan. Seorang Muslim Spanyol bernama Musa
mengklaim sebagai penguasa atas kota Aragon. Pemberontak di wilayah Barat dipimpin
oleh Ibnu Marwan. Pemberontakan terbesar terjadi antara kota Ronda dan Malaga yang
dipimpin oleh Umar Ibnu Hafsun. Ia berusaha mendirikan negeri merdeka yang didukung
oleh tokoh K
RISTEN
dan penguasa Franka. Muhammad mengirim pasukan dipimpin Munzir.
Munzir bergerak ke Utara menundukkan kota Saragosa kemudian menghancurkan
kekuatan Ibnu Marwan. Di tengah pertempuran melawan kekuatan Ibnu Hafsun terdengar
kematian Muhammad I. Maka Munzir mengakhiri pertempuran dan kembali ke ibu kota.
Muhammad merupakan penguasa adil dan bijaksana. Dia berhasil mencapai reputasi yang
gemilang selama 34 tahun masa pemerintahannya. Dia tokoh pendidikan dan cinta ilmu
pengetahuan.
f. Munzir ibn Muhammad (886-888 M)
Munzir merupakan penguasa yang enerjik dan pemberani. Seandainya ia berusia
panjang, niscaya ia mampu menegakkan perdamaian dan ketertiban negara. Munzir
memimpin sendiri pasukan untuk menghadapi kekuatan Umar Ibn Hafsun. Ia keburu
meninggal sebelum berhasil mengamankan negara dari gangguan para pemberontak.
g. Abdullah ibn Muhammad (888-912 M)
Abdullah merupakan saudara Munzir. Menurut Ibn al-Athir, pada masa ini timbul
gerakan pemberontak dan kerusuhan di segenap wilayah Spanyol. Kondisi ini berlangsung
sejak masa pemerintahan Abdullah hingga pemerintahan Abdullah berakhir. Dia tidak
hanya mendapat perlawanan dari Spanyol pedalaman tetapi aristokrasi Arab
menentangnya juga. Pertengkaran terjadi antar kalangan Arab, Saville, Elhire. Umar Ibn
Page 6
Hafsun
memanfaatkan
kondisi
pertengkaran
ini
dengan
memperluas
wilayah
kekuasaannya. Pemberontakan Umar Ibn Hafsun berhasil dikalahkan oleh Abdullah,
sehingga pemberontakan kecil segera tunduk kepadanya. Tahta kerajaan berhasil
ditegakkannya.
Kekacauan-kekacauan itu timbul dari orang-orang Arab seperti Bani Hajjaj di Asybilia
yang ingin merdeka dari ikatan Bani Umayah di Spanyol dan orang barbar, Ibnu tarkid di
Merida, serta Indo-Arab (Arab keturunan) di sebelah Barat daya, khususnya ibn Hafsun.
Dan masih banyak lagi musuh-musuh besar lainnya. Kekacaubalauan tersebut mencapai
puncaknya pada masa Abdullah ibn Muhammad.
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan
menyaingi kejayaan Daulah Abbasiyah di Baghdad. Abdurahman III mendirikan Universitas
Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku.
Awal kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta
dalam usia 11 tahun. Oleh karena itu kekuasaan actual berada di tangan para pejabat.
Tahun 1013 M, dewan menteri yang memimpin Cordova menghapuskan jabatan Khalifah.
Ketika itu, Spanyol sudah terpecah ke negara-negara kecil yang berpusat di kota-kota
tertentu (Watt, 1990:217-218).
Periode ini berlangsung dari pemerintahan abd al-Rahman III yang bergelar “an-Nasir”
sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang di kenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif.
Pada periode ini Spanyol di perintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, Penggunaan
gelar Khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurahman III bahwa
Muktadir, Khalifah Bani Abbas di Baghdad meninggal.
Gelar Khalifah di pakai oleh Bani Umayyah di Spanyol mulai tahun 929 M. Khalifah-
Khalifah besar yang memerintah pada saat itu ada tiga orang yaitu:
a. Abd al-Rahman al-Nasir (912-961 M)
Abd al-Rahman al-Nasir (Abd al-Rahman III) menggantikan kedudukan ayahnya pada
usia 21 tahun. Penobatannya dapat diterima di kalangan. Pada tahun 913 M Abdur
Rahman mengumpulkan pasukan militer yang sangat besar. Pihak perusuh gentar dengan
kekuatan militer Abdur Rahman III. Dengan demikian, dia dapat menaklukkan kota besar
di utara Spanyol kemudian Saville dengan mudah. Suku Barbar dan umat K
RISTEN
yang
selama ini menjadi perintang kini tunduk kepada Abdur Rahman III. Hanya masyarakat
Toledo berusaha melawan, namun dapat dikalahkan.
Dua tahun dari masa penobatan Abdur Rahman III, Ordano II, kepala suku Leon,
datang menyerbu wilayah Islam. Pada saat itu Abdur Rahman terlibat perselisihan dengan
Khalifah Fatimiyah. Ahmad Ibn Abu Abda ditunjuk memimpin pasukan untuk menghadapi
pasukan Ordano II, kemudian bersekutu dengan Sancho, kepala suku Navarre. Suku Leon
dan Suku Navarre dihancurkan oleh Abdur Rahman sendiri, bersamaan dengan
terbunuhnya Ordano II dan Sanche. Abdur Rahman merupakan orang pertama yang
mengklaim kedudukannya sebagai Khalifah dengan gelar al-Nasir Lidinillah setelah ia
berhasil dengan menumpas pemberontakan K
RISTEN
suku Leon dan Navarre.
b. Hakam II (961-976 M)
Hakam II menggantikan kedudukan ayahnya, Abdur Rahman. Pada masa ini
pemimpin suku Navarre yang pada masa Abd al-Rahman mengakui pemerintahan Islam,
berusaha melepaskan diri dengan anggapan bahwa Hakam terkenal sebagai suku
Page 7
perdamaian dan terpelajar. Dia tidak akan menuntut ketentuan dalam perjanjian
sebelumnya dan seandainya dia memilih jalan perang niscaya ketentuan Hakam tidak
sekuat kecakapan militer ayahnya. Akan tetapi Hakam membuktikan bahwa dia tidak
hanya terpelajar melainkan juga pemimpin militer yang cakap. Sancho pimpinan K
RISTEN
suku Leon dan pimpinan K
RISTEN
ditundukkan. Ia juga mengerahkan pasukannya di pimpin
Ghalib ke Afrika untuk menekan kekuatan Fatimiyah. Ghalib sukses menegakkan
kekuasaan Umayyah Spanyol di Afrika Barat.
Setelah berhasil mengamankan situasi politik, Hakam menunjukkan dirinya dalam
gerakan pendidikan. Dalam gerakan ini berhasil mengumpulkan tidak kurang dari 400.000
buku dalam perpustakaan negara di Kordova. Para ilmuwan, filosof, ulama dapat bebas
memasukinya. Untuk meningkatkan kecerdasan rakyat, dia mendirikan sekolah-sekolah.
Hasilnya seluruh rakyat Spanyol mengenal baca tulis. Sementara umat K
RISTEN
Eropa
kecuali pendeta tetap dalam kebodohan. Dengan meninggalnya hakam pada tahun 976 M
masa kejayaan Dinasti Umayyah di Spanyol berakhir.
c. Hisyam II (976-1009 M)
Hakam mewariskan kedudukannya kepada Hisyam II, anaknya yang berusia 11
tahun. Oleh karena itu, kekuasaan actual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981
M, Khalifah menunjuk Muhammad Ibn Abi ‘Amir seorang yang sangat ambisius. Setelah
berhasil menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya, dia menancapkan kekuasaannya dan
melebarkan wilayah kekuasaan Islam. Atas keberhasilannya, dia mendapat gelar al-
Manshur Billah. Ia merekrut militer dari suku Barbar menggantikan militer Arab. Kekuatan
militer Barbar berhasil menundukkan kekuatan K
RISTEN
di wilayah Spanyol dan berhasil
memperluas Bani Umayyah di Barat laut Afrika. Akhirnya ia memegang seluruh kekuasaan
negara.
Al-Manshur Billah meninggal tahun 1002 M di Madinaceli. Ia merupakan negarawan
dan jendral Arab yang terbesar di Spanyol. Menurut ahli sejarah, Dozy, pada masa ini
rakyat lebih makmur dari masa sebelumnya Dia digantikan oleh anaknya bernama al-
Muzaffar yang berhasil mempertahankan kondisi ini, selama 6 tahun. Muzaffar mewariskan
jabatannya kepada saudaranya bernama Abdur Rahman yang julukannya Sanchol, yang
tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Sepeninggal Muzaffar, Spanyol dilanda kerusuhan
dan akhirnya mengalami kehancuran total. Pada tahun 1009 M Khalifah mengundurkan
diri. Bebarapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup
memperbaiki keadaan . Akhirnya pada trahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah
Cordova menghapus jabatan Khalifah (Watt, 1990:217-218).
4. Periode keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan atau al-Mulukuth at-Thawaif, yang berpusat di suatu kota
seperti Serville, Cordova, Toledo dan lain-lainnya. Yang terbesar diantaranya adalah
Abbadiyah di Seville. Meskipun demikian kehidupan intelektual terus berkembang.
Pada periode ini ummat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern.
Ironisnya, ketika terjadi perang saudara, diantara pihak yang bertikai meminta bantuan
kepada raja-raja K
RISTEN
. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik
Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang K
RISTEN
pada periode ini mulai mengambil
inisiatif penyerangan. Meskipun demikian, pada masa itu kehidupan intelektual terus
berkembang. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan
perlindungan dari satu istana ke istana lain (Spuler, 1972:108).
Lebih kurang setengah abad, antara keruntuhan kehalifahan Umayyah dan tampilnya
Al-Murawiyyah, merupakan masa fragmentasi politis. Dinasti-Dinasti ini terdiri dari
Page 8
berbagai ras, yang mencerminkan kemajemukan kelas-kelas militer di bawah Umayyah dan
ketegangan etnis serta persaingan dikalangan kelompok. Pada abad ke-11, sebagaian Arab
seperti Abadiyah di Seville dan Hudiyah di Saragossa, dan sebagian lainnya di Barbar
seperti Miknasa Aftashiyah di Badajoz, Zennun di Teledo dan Hammudiyah di Malaga, dan
silsilah keturunan mereka melalui Idrisiyah di Maroko sampai ke Khalifah Ali, juga
sebagian Dinasti Taifa dari sejumlah besar pasukan yang datang dari Afrika pada ahir abad
kesepuluh di bawah Al-Manshur, seperti Shanhaja, Barbar, Ziriyyah dari Elvira
(sekelompok klien Amiriyyah dan keturunan Al-Manshur) memperoleh kemajuan di
Valencia.
Sebagian
besar
Dinasti
Taifa
menjalankan
kebijaksanaan
agresif
dengan
mengorbankan tetangga mereka. Dinasti Abbadiyah merentangkan sayapnya hampir ke
Toledo. Untuk mewujudkan rencana mereka, pada satu tahap Abbadiyah menghidupkan
kembali seorang yang mengaku sebagai Khalifah terakhir Bani Umayyah, Hisyam III.
Menjelang akhir abad ke-11, mulailah terjadi reaksi terhadap kaum Muslim di
Spanyol. Kelas-kelas religius memberikan reaksi terhadap hedonisme dan ketidak
bertanggung jawaban banyak penguasa lokal, dan siap menerima pemerintahan Al-
Murawiyyah Barbar yang puritan yang kebetulan, pada tahun 1085 M orang K
RISTEN
berhasil merebut Toledo. Dan ini memaksa raja penyair Abadiyya Al-Mu’tamid untuk
berpaling kepada Murawiyyah.
Adapun Dinasti-Dinasti yang paling penting diantara Muluk Ath-Tawa’if adalah
sebagai berikut :
a. Hamudiyyah di Malaga dan Algeciras (110-1057 M)
b. Abbabiyah di Seville (1023-1091 M)
c. Zirriyah di Granada (1012-1090 M)
d. Banu Yahya di Niebla (1023-1051 M)
e. Banu Muzayn di Silves, Algarve (1028-1053 M)
f. Banu Rezin di Al Barraan, al Sahla (1011-1107 M)
g. Banu Qosim di Alpuence (1029-1092 M)
h. Jahwariyyah di Cordova (1031-1069 M)
i. Afthasiyyah atau Banu Maslama di Badajoz (1022-1094 M)
j. Dzun Nuniyah di Toledo (sebelum 1028-1085)
k. Ameriyyah di Valencia (1021-1096 M)
l. Banu Shumadihiyah di Almeria (1039-1087 M)
m. Al-Murawiyyah di Spanyol Muslim (1090 M) (Bosrworth, 1993:112).
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun terpecah dalam beberapa negara tetapi ada
kekuatan dominan yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti
Muwahhidun (1146-1235 M).
a. Murabithun atau Al Murawiyah di Afrika Utara dan Spanyol (1056-1147 M)
Murabithun atau Al–Murawiyah merupakan salah satu Dinasti Islam yang berkuasa
Page 9
di Maghrib. Nama Al-Murabithun berkaitan dengan nama tempat tinggal mereka yang pada
awalnya mereka menempati Ribat (sejenis surau). Asal-usul dinasi ini dari Lemtuna, salah
satu dari suku Sanhaja, Mereka juga disebut al-Mulassimun (orang-orang bercadar).
Pada abad kesebelas pemimpin Sanhaja, Yahya bin Ibrahim, melaksanakan ibadah
haji ke Makkah. Dan sekembalinya dari Arabia, ia mengundang Abdullah bin Yasin seorang
alim terkenal di Maroko, untuk membina kaumnya dengan keagamaan yang baik,
kemudian beliau dibantu oleh Yahya bin Umar dan saudaranya Abu Bakar bin Umar.
Perkumpulan ini berkembang dengan cepat , sehingga dapat menghimpun sekitar 1000
orang pengikut.
Di bawah pimpinan Abdullah bin Yasin dan komando militer Yahya bin Umar mereka
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Wadi Dara, dan kerajaan Sijil Mast
yang dikuasai oleh Mas’ud bin Wanuddin. Ketika Yahya bin Umar meninggal Dunia,
jabatannya diganti oleh saudaranya, Abu Bakar bin Umar, kemudian ia menaklukkan
daerah Sahara Maroko. Setelah diadakan penyerangan ke Maroko tengah dan selatan
selanjutnya menyerang suku Barghawata yang menganut paham bid’ah. Dalam
penyerangan ini Abdullah bin Yasin wafat (1059 M). Sejak saat itu Abu Bakar memegang
kekuasaan secara penuh dan ia berhasil mengembangkannya.
Abu Bakar berhasil menaklukkan daerah Utara Atlas Tinggi dan akhirnya pada tahun
1070 M, ia dapat menaklukkan daerah Marrakech (Maroko). Kemudian ia mendapat berita
bahwa Buluguan, Raja Kala dari Bani Hammad mengadakan penyerangan ke Maghrib
dengan melibatkan kaum Sanhaja. Mendengar berita itu ia kembali ke Sanhaja untuk
menegakkan perdamaian. Setelah berhasil memadamkan, ia menyerahkan kekuasaanya
kepada Yusuf bin Tasyfin (2 September 1107), kemudian ia mengatakan bahwa Maroko di
bawah kekuasaannya.
Pada tahun 1062 M, Yusuf bin tasyfin mendirikan ibu kota di Maroko. Dia berhasil
menaklukkan Fez (1070 M) dan Tangier (1078 M). Pada tahun 1080-1082 M, ia berhasil
meluaskan wilayah sampai ke Al Jazair. Dia mengangkat para pejabat Al-Murabithun
untuk menduduki jabatan Gubernur pada wilayah taklukannya, sementara ia memerintah
di Maroko. Yusuf bin Tasfin meninggalkan Afrika pada tahun 1086 M dan memperoleh
kemenangan besar atas Alfonso VI (Raja Castile Leon) dan Yusuf bin Tasfin mendapat
dukungan dari Muluk At-Thawa’if dalam pertempuran di Zallaqah. Ketika Yusuf bin Tasfin
meninggal Dunia, ia mewariskan kepada anaknya, Abu Yusuf bin Tasyfin. Warisan itu
berupa kerajaan yang luas dan besar terdiri dari negeri-negeri Maghrib, bagian Afrika dan
Spanyol.
Ali ibn Yusuf melanjutkan politik pendahulunya dan berhasil mengalahkan anak
Alfonso VI (1108 M). Kemudian ia ke Andalusia merampas Talavera Dela Rein. Lambat laun
Dinasti Al-Murabithun mengalami kemunduran dalam memperluas wilayah. Kemudian Ali
mengalami kekalahan pertempuran di Cuhera (1129 M). kemudain ia mengangkat anaknya
Tasyfin bin Ali menjadi Gubernur Granada dan Almeria. Hal ini dilakukan sebagai upaya
untuk menguatkan moral kaum Murabithun untuk mempertahankan serangan dari raja
Alfonso VII. Dinasti Al-Murabithun memegang kekuasan selama 90 tahun, dengan enam
orang penguasa yaitu :
1. Abu Bakar bin Umar (1056-1061 M)
2. Yusuf bin Tasyfin (1061-1107 M)
3. Ali bin Yusuf (1107-1143 M)
4. Tasyfin bin Ali (1143-1145 M)
5. Ibrahim bin Tasfin
Page 10
6. Ishak bin Ali.
Masa terahir Dinasti Al-Murabithun tatkala dikalahkan oleh Dinasti Muwahiddun
yang dipimpin oleh Abdul Mun’im. Dinasti Muwahiddun menaklukkan Maroko pada tahun
1146-1147 M yang ditandai dengan terbunuhnya penguasa Al-Murabithun yang terakhir,
Ishak bin Ali.
Ketika kekuasaan Bani Umayah Spanyol pecah, ada suatu kekuatan yang baru
muncul di Afrika Barat. Para ketua Muslim di Spanyol melupakan perbedaan mereka. Pada
saat yang kritis itu dan meminta bantuan kepada Yusuf ibn Tasyfin, Raja al-Murabithun di
Afrika Barat. Yusuf menanggapi permintaan mereka dan menyebrang ke Spanyol pada
tahun 1086 M. Pasukan Gabungan itu bertemu dengan pasukan Alfanso di Zalaqah. Dalam
pertempuran itu Alfanso dikalahkan. Kemenangan ini membuat Yusuf menjadi Raja. Akan
tetapi tidak lama memerintah beliau wafat, dan di ganti oleh anaknya Abul Hasan. Abul
Hasan mempunyai kekuatan yang luar biasa, Dia mengalahkan orang K
RISTEN
dalam
beberapa pertempuran selama pemerintahannya. Kekuatan lainnya bernama al-Muahhidun
di Afrika
a. Muwahhidun atau Al–Muhad di Afrika Utara dan Spanyol (1128-1269 M)
Muwahhiddun merupakan Dinasti Islam yang pernah berjaya di Afrika Utara selama
lebih satu abad. Didirikan oleh Muhammad bin Tummart. Ibn Tumart menamakan
gerakannya dengan Muwahhiddun, karena gerakan ini bertujuan untuk menegakkan
tauhid (Keesaan Allah), menolak segala bentuk pemahaman anthropormofisme (Tajsim)
yang dianut oleh Murabithun. Karena itu semangat perjuangan Ibn Tumart adalah
menghancurkan kekuatan Murabhitun.
Pada tahun 1129 M, di bawah komando Abu Muhammad Al Basyir, kaum
Muwahiddun menyerang ibu kota Murabithun. Peristiwa itu terkenal dengan nama perang
Buhairah. Dalam perang itu Muwahhidun kalah dan mengakibatkan meninggalnya Ibn
Tumart. Pada tahun 1163 M, Abdul Mun’im bin ‘Ali diangkat sebagai pemimpin
menggantikan Ibn Tumart. Di bawah kepemimpinannya Al-Muwahiddun
meraih
kemenangan. Pada tahun 1131 M Muwahiddun menguasai Nadla , Dir’ah Taigar, Fazar dan
Giyasah. Pada tahun 1139 M, Muwahiddun melancarkan serangan ke pertahanan
Murabithun sehingga jatuh ketangan kaum Muwahiddun. Fez kota terbesar kedua setelah
Marrakech, direbut al-Muwahhidun pada tahun 1145 M. Setahun kemudian berhasil
menguasai Marrakech dan menjatuhkan Murabithun.
Setelah berhasil menjatuhkan Murabithun Abdul Mun’im memperluas wilayah
kekuasaannya, pada tahun 1152 M Al-Jazair direbutnya. 6 tahun berikutnya wilayah
Tunisia dikuasai dan 2 tahun setelah itu Tripoli jatuh ketangannya. Kekuasaannya dari
Tripoli hingga ke Samudera Atlantik sebelah Barat, suatu prestasi gemilang dan belum
pernah dicapai oleh Dinasti manapun di Afrika Utara. Pada tahun 1162 M, Abdul Mun’im
memperluas wilayahnya ke daerah yang dikuasai orang Kristen, tetapi pada tahun itu
Abdul Mun’im wafat. Ia diganti puteranya Abu Ya’kup Yusuf Abdul Mun’im (1184 M). Ia
memperluas wilayah di utara dari timur pada tahun 1169 M dibawah Abu Hafs al
Muwahhidun, dia berhasil merebut Toledo.
Dalam beberapa generasi ini Muwahhidun mengalami masa kemajuan. Akan tetapi
setelah kematian Ya’kub Muwahhidun memasuki masa kemunduran. Bersamaan dengan
kemunduran ini, pasukan Salib yang telah dikalahkan oleh Salahuddin di Palestina
kembali ke Eropa dan mulai menggalang kekuatan baru dibawah pimpinan Alfonso IX.
Kekuatan K
RISTEN
ini mengulangi serangan ke Andalusia dan kali ini mereka berhasil
mengalahkan kekuatan Muslim Muwahhidun. Setelah beberapa kali mengalami kekalahan
Page 11
dan akhirnya penguasa muwahhidun meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara
(Maroko) pada tahun 1235 M. Adapun urutan-urutan penguasa Al Muwahhidun sebagai
berikut :
1. Muhammad bin Tumart Al Mahdi (1121-1130 M)
2. Abdul Mun’im bin Ali (1130-1163 M)
3. Abu Ya’kub Yusuf (1163-1184 M)
4. Abu Yusuf Ya’kub al Mansur (1184-1198 M)
5. Muhammad An Nasir (1198-1214 M)
6. Abu Yusuf Ya’kub Al Mustansir (1214-1224 M)
7. Dsb.
Muhammad ibnu Tumart, seorang penduduk asli dari suku di Afrika Barat,
mengangkat Abdul Mikmin sebagai wakilnya, setelah Abdul Mukmin wafat di ganti oleh
saudaranya Abu Yakub Yusuf. Dia seorang yang dermawan. Beliau digantikan oleh
anaknya yang terkenal yaitu Ya’kub yang di bawah pemerintahannya, kekuasaan
Muwahhidun mencapai puncaknya. Setelah beliau wafat kekuatan Kristen mulai muncul.
Orang Islam di bawah pemerintahan Muwahhidun melawan orang Kristen di al-Ukab,
akhirnya orang Muahhidun dikalahkan orang Kristen dengan pasukan yang besar (Ali,
Afandi,1995:353-301).
b. Kerajaan Islam Rustamiyah (Reconguista) di Algeria (Aljazair Barat) (777-909M)
Rustamiyah adalah sebuah Dinasti yang berkuasa di Al Jazair, Afrika utara, selama
136 tahun. Sejak Dunia Islam dikuasai oleh Dinasti Bani Abbas (750 M), Dinasti
Rustamiyyah merupakan Dinasti kedua yang berdiri di luar kontrol Dinasti Bani Abbas,
yang pertama adalah Dinasti Umayyah, yang berhasil bangkit kembali di Andalusia
(Spanyol) pada tahun 756 M.
Pendiri Dinasti Rustamiyah ini adalah Kadi Abdurrahman, putra Rustam (seorang
persia). Semula keluarga Rustamiyah berkuasa di Qoiruan (758-762 M) tapi karena
mendapat serangan kuat dari pihak lawan, terpaksa lari kebarat yakni Al Jazair. Di daerah
baru itulah keluarga Rustamiyah membangun kota Tahert (762 M). Ketika Kadi
Abdurrahman membangun kota Tahert pada 777 M, tempat tersebut langsung dijadikan
ibu kota.
Daerah yang dikuasai Dinasti Rustamiyah ini lebih kurang seluas Al Jazair bahkan
bagian tenggara mencakup wilayah Barat Libia. Tetangganya di sebelah Barat adalah
Dinasti Idrisiyah di Maroko, di timur adalah Dinasti Aglabiyah di Tunisia dan di selatan
dikuasai Dinasti Midrariyah.
Dinasti Rustamiyah membangun hubungan baik dengan Dinasti Midrariyah antara
lain dengan ikatan perkawanan, demikian juga menjalin hubungan baik dengan Dinasti
Umayyah yang berkuasa di Andalusia. Pada tahun 882 M pihak Rustamiyah berkunjung ke
istana Dinasti Umayyah dan disambut gembira oleh Amir Abdurrahman II. Pada tahun 853
M Dinasti Rustamiyah mendapat hadiah persahabatan dari amir Muhammad I.
Persahabatan dengan Dinasti Midrariyah dan Umayyah cukup menguntungkan Dinasti
Rustamiyah baik dari sudut politik dan ekonomi.
Imam kedua (Abdul Wahhab) pernah menghimpun kabilah-kabilah Barbar di luar
kota Tripoli yang berada di tangan Aglabiyah dan menyerang pasukan Aglabiyah di kota itu,
dan peperangan berahir dengan perdamain. Peperangan dengan Idrisiyah pernah terjadi
Page 12
pada masa pemerintahan Imam Afiah (Imam ketiga). Peperangan antara Rustamiyah
melawan kabilah Barbar yang menjadi pendukung Dinasti Idrisiyah dan dimenangkan oleh
Dinasti Rutamiyah, sehingga mereka memperoleh harta rampasan yang banyak.
Dinasti Rustamiyah tidak lagi berdaya melawan pasukan Fatimiyah, Dinasti yang
baru tumbuh di Afrika Utara, namun bangkitnya Fatimiyah di Maroko berakibat fatal bagi
Rustamiyah. Oleh karena itu, berahirlah riwayat Bani Rustamiyah pada 909 M. Banyak
diantara penduduk Rustamiyah dibunuh dan sisanya melarikan diri keselatan yaitu ke
Wargla (Van Hoeve, 1994:72). Adapun urutan-urutan pemimpin Dinasti Rustamiyah
sebagai berikut :
1. Abdurrahman (777-784 M)
2. Abdul Wahhab (784-822 M)
3. Aflah (822-871 M)
4. Abu Bakar ( 871- M)
5. Muhammad (?- 894 M)
6. Yusuf (894-907 M)
7. Ya’qub (907- 909 M)
Paus Gregori VII mengadakan gerakan Rekonguista sebagai kewajiban agama K
RISTEN
dan sebagai sebuah ambisi teritorial raja-raja Spanyol Kerajaan K
RISTEN
dengan semangat
untuk mempersatukan kerajaan Castile, Leon, dan kerajaan Galicia. Pada tahun 1085 M,
Alfanso VI menaklukan Toledo. Hal ini merupakan awal dari pecahnya peperangan antara
pihak Muslim yang brilliant yang salah satunya menjadi ibukota kerajaan Visighotik
Spanyol telah jatuh ketangan orang K
RISTEN
.
Kaum migran K
RISTEN
membanjiri Toledo, tetapi warga Muslim dan Muzarab tetap
bertahan tinggal disana. Pada paro abad ke dua abad 12, Gerakan Reconguista telah
melembaga, terlepas dari perang Salib kecil yang tengah berlangsung di Palestina, Libanon,
dan Sicila. Maka hal ini merupakan pengalaman pertama, dimana umat Islam berada di
bawah pemerintahan non Muslim (Lapidus,1999:588).
6. Periode keenam 1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di Daerah Granada, di bawah Dinasti Bani
Ahmar (1235-1492M). Peradaban kembali mengalami kemajuan, akan tetapi secara politik
Dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan
pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana
memperebutkan kekuasaan. Tahun 1492 M kekuasaan Islam di Spanyol berakhir
(Yatim,1997:99-100).
Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang terhadap ayahnya karena menunjuk
anaknya yang lain sebagai yang artinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha
merampas kekuasaan . dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh
Muahammad Ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand dan
Isabela untuk menjatuhkannya. Dua penguasa K
RISTEN
ini dapat mengalahkan penguasa
yang sah dan Abu Abdullah naik tahta (Syalabi, 1983:76).
Tentu saja Ferdenand dan Isabela yang mempersatukan dua kerajaan K
RISTEN
melalui
perkawinan itu tidak cukup merasa puas, keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir
umat Islam di Spanyol. Abu abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang
Kristen dan akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan
Page 13
Isabela, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasan Islam di
Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk
Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada
lagi umat Islam di daerah ini (Nasution, 1985:82).
C. Perkembangaan Peradaban
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, Umat Islam telah
mencapai kejayaannya disana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya
membawa Eropa dan Dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.
1. Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan ini mendatangkan penghasilan
ekonomi yang tinggi, sehingga banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari
komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk
Islam, Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-shaqalibah (penduduk daerah
antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada
penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, K
RISTEN
Muzareb yang berbudaya
Arab dan K
RISTEN
yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali
yang terakhir, memberikan sahan intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya
Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra dan pembangunan fisik Spanyol
(Badi’, 1969:38).
Adapun kemajuan-kemajuan intelektual yang telah dicapai oleh
Islam di Spanyol
antara lain:
a. Filsafat
Hal ini terjadi pada tahun 961-976 M, atas inisiatif al-Hakam untuk mengimpor karya-
karya ilmiah dan filosofis dari Timur, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan
universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di
Dunia Islam. Tokoh utama dan pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah
Abu Bakr Muhammad ibn al sayigh (Ibnu Majah).
b. Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang
dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi (Syalabi,
1983:86). Dalam bidang sejarah dan geografi terdapat Ibn Jubair dari Valencia (1145-
1228 M), Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) dan lain-lain.
c. Fikih
Spanyol Islam adalah penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan pertama adalah
Ziyad ibn abd al-Rahman.
d. Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan
tokohnya al-Hasan ibn Nafi (Zaryab).
e. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam Spanyol
dan ini dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non Islam. Diantara orang-orang
Page 14
yang ahli dalam bahasaArab dan tata bahasa adalah Ibn Sayyidih, Ibn Khuruf dan
lain-lainnya.
2. Kemajuan pembangunan fisik
Disamping kemjuan intelektual, Spanyol Islam juga mencapai kemajuan di bidang
pembangunan fisik. Pembangunan fisik yang mendapat perhatian ummat Islam sangat
banyak. antara lain dalam perdangangan, jalan-jalan dan pasar-pasar, bidang pertanian
dan lain-lainya.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang menonjol adalah
pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman dan
tanaman-tanaman. Di antara pembangunan yang megah adalah Masjid Cordova, kota al-
Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, Istana al-Makmun, Masjid Seville dan
Istana al-Hamra di Granada.
Cordova dan Granada di masa Bani Umayah mengalami perkembangan yang pesat.
Banyak pembangunan yang dilaksanakan, seperti Istana dan Masjid-masjid. Kota ini di
perluas dengan memperbesar tembok yang mengelilinginya. Dan berdirinya sebuah
jembatan dengan gaya arsitektur Islam yang mempunyai
16 lengkungan dalam gaya
Romawi,menghubungkan Cordova dengan daerah pinggiran di gerbang sungai. Sedangkan
di sebelah Barat jambatan itu berdiri Istana al-Cazar. Perkembangan ini terjadi pada masa
pemerintahan Abdurrahman An-Nasir di pertengahan abad ke-10 M. Cordova juga terkenal
dengan barang-barang kerajinan dari perak, sulaman-sulaman dari sutra dan kulit, yang
mempunyai bentuk khusus. Pada masa ini Cordova menjadi pusat Ilmu Pengetahuan, dan
berdirinya Universitas Cordova. Di samping itu, di kota ini terdapat sebuah perpustakaan
besar yang mempunyai koleksi buku kira-kira 400.000 judul (Lapidus, 1999:581). Begitu
juga dalam bidang pertanian ,dengan pembangunan irigasi yang baik, membawa
kemakmuran dan kesejahteraan kepada masyarakat. Sehingga mampu membangun
beberapa Daerah (Hoeve,1994:147).
a) Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh
Bani Umayyah, Abdurrahman
Ad-Dakhil (822-852 M). Kemudian mencapai puncak
keindahannya pada masa Abdurrahman An Nasyir (911-961 M). Kota ini indah dipandang
mata. Jembatan besar dibangaun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-
taman dibangun untuk menghiasi. Pohon-pohon dan bunga-bunga di impor dari Timur.
Diantara kebanggaan kota Cordova adalah masjid Cordova. Di kota Cordova terdapat 491
masjid. Disamping itu, ciri khusus kota adalah adanya tempat pemandian. Di Cordova
terdapat 900 pemandian.
b) Granada
Granada memiliki tanah yang subur, banyak pegunungan dan sungai-sungai. Pada
sebuah bukit kecil yang tingginya 150 meter di atas kota Granada terdapat sebuah istana
yang indah yang dibuat oleh raja Bani Akhmar dan diberi nama Al-Hamrah. Al-Hamrah
merupakan istana yang permai yang megah dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol
Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.
Sedangkan dalam bidang pertanian, Spanyol sudah mengenal irigasi dan saluran-
saluran air. Dengan pembangunan irigasi yang baik mereka dapat membangun kebun-
kebun tebu, kapas, padi, jeruk, anggur. Kemajuan dalam bidang ini membawa
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Karena kemajuan ekonomi Spanyol mampu
membangun beberapa kota yang megah dan mempunyai banyak bangunan yang
Page 15
monumental. Abdurrahman III membangun kota Cordova dilengkapi dengan taman, Istana,
jalan-jalan, masjid, perpustakaan. Kota termegah adalah Az-Zahrah yang dibangun oleh
Abdurrahman III dan kota Granada yang cantik yang memiliki al-Hamrah terkenal di
seluruh Dunia (Yatim,1997: 99-100).
3. Faktor-faktor pendukung kemajuan
Kemajuan-kemajuan yang terjadi di Spanyol Islam di pengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Adanya penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan
ummat Islam, seperti abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman-Wasith dan Abd al-
Rahman al-Nasir.
b. Adanya kebijaksanaan penguasa untuk memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah oleh
penguasa Dinasti Umayyah di Spanyol seperti Muhammad ibn abd al-Rahman (852-
886 M dan al-Hakam II al-Muntashir (961-976 M).
c. Penguasa menegakkan toleransi beragama terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi,
sehingga mereka ikut berpartisipasi dalam mewujudkan peradaban Islam di Spanyol (Fakhri,
1986:356).
d. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai komonitas
baik agama maupun bangsa sehingga mereka bekerjasama dan menyumbangkan kelebihannya
masing-masing.
e. Adanya kesatuan budaya Islam. Meskipun pada saat itu ada persaingan sengit antara
Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol tapi para ilmuwan bebas melakukan
perjalanan untuk menuntut ilmu mulai dari ujung Barat wilayah Islam ke ujung
timur.
f. Perpecahan politik masa Muluk al-Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan
mundurnya peradaban karena setiap Dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Seville, Granada
dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova bahkan diantaranya justru lebih maju
(Badi’, 1969:10).
D. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Spanyol Islam
1. Konflik Islam dan Kristen.
Kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol
Kristen, sehingga kehidupan negara Islam tidak pernah sepi dari pertentangan antara
Islam dan Kristen.
2. Tidak adanya ideologi pemersatu
Di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-
orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Mereka masih memberi
istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para muallaf itu, suatu ungkapan yang dianggap
merendahkan.
3. Kesulitan ekonomi
Pada paruh kedua masa Islam di Spanyol, Para menguasa membangun kota dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina
perekonomian.
4. Tidak jelasnya sistem peralihan pemerintahan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris.
5. Keterpencilan
Page 16
Spanyol Islam terpencil dari Dunia Islam yang lain. Ia berjuang sendirian tanpa
mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan
alternatif yang mampu membendung kebangkitan di sana (Yatim, 2003:107-108)